Tren Korupsi Sektor Kesehatan 2017

Obyek Korupsi Kesehatan Bergeser Dari Korupsi Obat Ke Korupsi Jaminan Kesehatan

Obyek korupsi di sektor kesehatan bergeser dari korupsi dana obat-obatan ke korupsi dana jaminan kesehatan. Selain itu, korupsi Alat Kesehatan (Alkes) meski tetap menempati urutan pertama, akan tetapi jumlah kasus menurun pasca penerapan e-katalog dalam lelang. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota merupakan aktor paling banyak terjerat kasus korupsi sektor kesehatan. Demikian rangkuman temuan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas penegakan hukum kasus korupsi kesehatan.

Hasil pemantauan ICW terhadap korupsi di sektor kesehatan pada tahun 2010 – 2016 menemukan 219 kasus korupsi kesehatan. Kerugian negara dan suap dari kasus-kasus tersebut mencapai Rp 890 Milyar dan Rp 1,6 Milyar dengan 519 orang tersangka yang telah ditetapkan.

Temuan ICW yang disebutkan tersebut berasal dari berbagai titik rawan yang dipantau. Pantauan ICW menemukan terdapat pergeseran dalam obyek korupsi di sektor kesehatan. Dana obat-obatan tak lagi menjadi obyek korupsi paling tertinggi sebagaimana pantauan ICW pada periode 2009 – 2013. Kuat ditengarai bahwa hal ini disebabkan diterapkannya e-katalog dalam pengadaan obat. Sebagaimana diketahui penerapan e-katalog telah mematok harga obat dan alkes sehingga pelaku korupsi tidak dapat menggelembungkan harga obat dan alkes tersebut.

Sementara itu, obyek korupsi yang paling tinggi selama tahun 2010 – 2016 tetap Dana Alat Kesehatan (Alkes). Terdapat sedikitnya 107 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 543,1 Miliar terkait kasus korupsi dana ini.

Hal lain yang tak kalah menarik untuk disoroti ialah kenaikan peringkat obyek korupsi dana jaminan kesehatan. Pasca penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, korupsi terkait jaminan kesehatan diduga semakin meningkat. Hal ini paling tidak terlihat dari 26 kasus dengan nilai kerugian negara 62,1 miliar rupiah yang ditemukan sehingga membuatnya menjadi obyek korupsi sektor kesehatan kedua tertinggi setelah dana alkes.

Mark up atau penggelembungan anggaran menjadi modus terbanyak yang dilakukan dalam kasus korupsi di sektor kesehatan. Sebanyak 93 kasus dengan nilai kerugian negara 512,9 miliar rupiah ditemukan oleh ICW. Adapun penyalahgunaan anggaran dan penggelapan menjadi modus kedua terbanyak dengan masing-masing berjumlah 36 dan 33 kasus.

Terdapat sedikitnya lima lembaga yang menjadi lokus korupsi terjadi. Lembaga tersebut adalah Dinas Kesehatan dengan 97 kasus, Rumah Sakit dengan 89 kasus, Kementerian Kesehatan dengan 12 kasus, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) dengan 7 kasus, dan DPRD dengan 5 kasus. Adapun Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat menjadi dua wilayah dengan kasus korupsi terbanyak dengan masing-masing 36 dan 15 kasus.

Dari sebanyak 519 tersangka, Pegawai Negeri Sipil (PNS) mendominasi sebagai aktor pelaku korupsi. 56,8 persen atau 295 orang berstatus PNS/Aparatur Sipil Negara (ASN). ICW juga mencatat sedikitnya dua Menteri Kesehatan, satu Gubernur, lima Bupati, satu Walikota, 1 Wakil Walikota, enam Direksi dan Karyawan BUMN/BUMD tersangkus kasus korupsi di sektor kesehatan.

Fakta-fakta tersebut jelas bukan hal yang menggembirakan. Kesehatan merupakan hak dasar yang wajib disediakan oleh negara. Kewajiban itu tertera jelas dalam konstitusi negara Republik Indonesia. Ketika anggaran kesehatan, baik APBN maupun APBD, mengalami peningkatan tiap tahunnya, namun anggaran tersebut justru diselewengkan. Akibatnya, program kesehatan yang disediakan menjadi tidak efektif.

ICW mencatat terdapat beberapa penyebab kasus korupsi di sektor kesehatan. Diantaranya adalah tata kelola anggaran kesehatan yang buruk. Keterbukaan terhadap dokumen pengadaan masih rendah, begitu juga dengan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan terutama dalam prosedur pengadaan. Selain itu, kasus korupsi yang terjadi menunjukkan bahwa reformasi birokrasi masih belum efektif. Hal ini terlihat dari keterlibatan pejabat eselon 1 hingga eselon 4 dalam kasus korupsi. Kasus-kasus tersebut juga menunjukkan ketidaan integritas yang dimiliki oleh para pejabat publik.

Rekomendasi

Dari hasil pantauan yang dilakukan, terdapat beberapa rekomendasi yang hendak ICW sampaikan terhadap beberapa lembaga negara. Hal itu diantaranya:

Kementerian Kesehatan (Kemenkes)

-         Kemenkes konsisten menggunakan paradigma sehat dalam menyusun prioritas anggaran kesehatan. Kenaikan anggaran kesehatan tiap tahun harus selalu meningkatkan presentase anggaran untuk promotif dan preventif, bukan kuratif.

-         Kemenkes mempertajam Stranas PPK (Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi) sehingga aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat menyentuh jantung korupsi di lingkungan Kemenkes.

-         Adanya kebijakan nasional pencegahan korupsi kesehatan yang menyasar pencegahan korupsi pengadaan barang dan jasa serta fraud dalam pelayanan kesehatan.

-         Perlu adanya kebijakan open contracting yakni membuka semua dokumen pengadaan (KAK, HPS, Spesifikasi Teknis, Kontrak, dan Berita Acara Serah Terima Barang) pada publik.

DPR/Komisi Kesehatan

-         DPR konsisten menggunakan paradigma sehat dalam menetapkan prioritas alokasi anggaran kesehatan dimana anggaran promotif dan preventif lebih besar dibanding kuratif dan rehabilitatif.

-         DPR menutup semua celah korupsi kesehatan terutama ketika menggunakan kewenangan penganggaran dalam penyusunan anggaran kesehatan.

Aparat Penegak Hukum

-         Menyelesaikan utang perkara korupsi kesehatan yang belum lunas pada tahun 2013. Mabes Polri menjelaskan pada publik terkait perkembangan penanganan kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan.

-         Memprioritaskan penindakan korupsi kesehatan.

Indonesia Corruption Watch

18 April 2017

Narahubung:

Febri Hendri (081219867097)

Wana Alamsyah (087878611344)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan