ICW Mendesak Presiden Jokowi Menghindari Politik Praktis Jelang Pemilu Tahun 2024

Sumber foto: KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
Sumber foto: KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D

Beberapa hari lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengumpulkan enam ketua umum partai politik di Istana Negara. Sepintas merujuk pada pernyataan sejumlah pihak memang tidak ada secara spesifik yang menyebutkan pertemuan itu membahas mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 mendatang. Namun, bagi ICW sikap Presiden tersebut tetap tak etis dan disinyalir akan menimbulkan dugaan konflik kepentingan. Bagaimana tidak, di tengah situasi politik yang saat ini sedang riuh rendah, Presiden justru muncul dengan kesan ketidakmampuannya membedakan urusan publik dengan urusan politik. Mestinya sebagai Presiden, Jokowi mampu menjaga netralitasnya dan tidak turun langsung mencampuri ranah politik praktis. Sebab, masyarakat akan bias dalam melihat posisi Jokowi, antara sebagai Presiden atau kader partai politik. 

Buruknya etika politik Jokowi semakin diperjelas dengan pernyataannya sendiri pasca pertemuan dengan enam ketua partai tersebut. Sebagaimana ramai diberitakan, ia menyatakan bahwa sebagai pejabat publik yang juga sekaligus politisi, maka mengundang ataupun diundang para elit partai untuk membicarakan politik adalah hal yang lumrah. Padahal, dengan adanya posisi ganda yang disandangnya tersebut justru semakin mengharuskan ia untuk lebih mawas diri dalam bersikap. Potensi konflik kepentingan dengan menggunakan aset serta fasilitas negara untuk berpihak dan memberi keuntungan pada calon tertentu dalam pemilihan umum mendatang sangat mungkin terjadi. 

Konteks terkini rasanya tidak berlebihan jika menyebut Presiden Jokowi selalu bersikap permisif terhadap potensi konflik kepentingan dalam pemerintahannya. Penting diingat bahwa pertemuan dengan enam ketua partai tersebut bukanlah kali pertama, pada April lalu Presiden diketahui sempat melakukan pertemuan serupa dengan lima ketua umum partai. Terbaru pada Kamis, 4 Mei 2023 Jokowi menerima kunjungan Plt Ketua Umum PPP, Mardiono yang sebelumnya telah menyampaikan dukungan partainya pada pencalonan Ganjar Pranowo. Tentu rangkaian pertemuan Jokowi dengan elit partai ini bukan tidak mungkin semakin meruntuhkan independensi sikap Presiden. 

Bukan hanya konflik kepentingan, namun ambiguitas sikap Presiden Jokowi menanggapi situasi politik terkini juga dapat dianggap masyarakat sebagai upaya memperdagangkan pengaruh (trading in influence). Sebab, keterlibatan dalam politik praktis, bahkan jika kemudian ia mendukung secara langsung kandidat tertentu bisa menggerakkan struktur negara untuk mengikuti langkahnya. Bukti konkretnya sudah terlihat saat Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, beberapa hari lalu meminta kepada kandidat calon Presiden untuk berbuat baik kepada Presiden Jokowi jika ingin menang Pemilu 2024 mendatang. Ucapan kontroversi ini tentu tidak akan disampaikan bila Presiden mampu menarik diri dari gelanggang politik. 

Presiden Jokowi semestinya memahami bahwa dirinya sudah berada di akhir masa jabatan dan secara konstitusional tidak dimungkinkan lagi untuk mengikuti Pemilu mendatang. Oleh karena itu, secara etika politik, sepatutnya ia tidak menggunakan kewenangan yang melekat pada dirinya untuk terlibat aktif dalam kontestasi pemilihan rezim berikutnya. Dengan kondisi dewasa ini, apabila Presiden Jokowi enggan menahan dirinya melakukan manuver politis maupun mengeluarkan keputusan besar, maka sulit bagi publik untuk tidak menarasikan upaya-upaya tersebut sebagai upaya menyabotase administrasi pemerintahan mendatang. 

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas ICW mendesak Presiden untuk memperhatikan serta menegakkan etika pejabat publik dan menjaga independensi sebagai Presiden, yang juga Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan dari politik praktis jelang pemilu mendatang.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan