Soal Izin Periksa Gubernur; Presiden Belum Beri Jawaban

Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar telah meminta izin kepada presiden untuk memeriksa Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh. Tapi, hingga saaat ini, Presiden Megawati belum memberikan jawaban atas permintaan itu.

Demikian diungkapkan Mendagri Hari Sabarno di Kantor Depdagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (27/5). Jadi kita menunggu. Dan menunggu disini dalam pengertian yang tidak pasif, kata Hari Sabarno dalam keterangan persnya.

Menurut Hari, izin untuk memeriksa kepala daerah yakni gubernur harus minta kepada presiden. Sedangkan untuk memeriksa anggota DPRD propinsi meminta izinnya kepada Mendagri.

Kalau memang yang diperiksa itu menjadi terdakwa maka harus ditindaklanjuti. Tapi kalau tidak terbukti maka harus direhabilitasi kembali, ungkapnya.

Hari menegaskan, pihaknya tidak akan menghalang-halangi pemerikasaan Puteh. Kita menempatkan masalah hukum harus dilakukan oleh aparat penegak hukum. Depdagri tidak pernah menghalang-halangi proses hukum selama dijalankan sesuai aturan, katanya.

Ada yang nyebut

Sehari sebelumnya, Rabu, Kapolda NAD Irjen Polisi Bahrumsyah Kasman menjelaskan, dari 33 saksi yang telah dimintai keterangannya terkait kasus dugaan korupsi pembelian mesin genset, ada yang menyebut-nyebut nama Abdullah Puteh.

Polri sebagai penyidik akan meminta keterangannya. Sebab, dari hasil pemeriksaan baik tersangka William maupun 33 saksi yang telah diperiksa itu ada menyebut-nyebut nama Gubernur NAD yakni Abdullah Puteh. Baik, dalam peminjaman dana maupun juga dalam laporan lainnya, katanya.

Jadi apa yang dikatakan baik tersangka maupun para saksi akan kita cross chek dari Gubernur, sekarang kan keterangannya masih sepihak, sehingga jika nantinya terbukti Gubernur terlibat maka akan kita teruskan ke pengadilan, tetapi, jika tidak akan kita kembalikan, tambahnya.

Akan tetapi, lanjut Kapolda, karena kasus ini sudah ditangani Mabes Polri, maka semua berkas acara pemeriksaan dan saksi akan diboyong ke Jakarta. Polda NAD hanya memback up jika nanti diperlukan bukti tambahan lainnya.

Dia menegaskan, tugas aparat kepolisian itu hanya ingin menegakkan hukum. Masalah dugaan korupsi mesin listrik itu hanya ingin membuktikan kepada masyarakat, apalagi kasus tersebut sudah menjadi opini publik. Kasus dugaan korupsi itu terus diusut sehingga kepercayaan masyarakat kepada Polri terus tumbuh, tambah Irjen Bachrumsyah.

Di pihak lain, Kapolda mengakui jika pemeriksaan dugaan kasus korupsi mesin listrik itu sedikit memakan waktu. Memang sudah demikian halnya. Mulai dari penyelidikan awal kita terus mengembangkannya, kemudian pemanggilan saksi-saksi. Kecuali itu terhadap barang bukti memang tidak diperlukan, karena ada di PLN sektor Lhueng Bata, Kota Banda Aceh, ujarnya.

Tak hambat

Di tempat terpisah, Rabu kemarin, dalam siaran pers Nomor 01/INFO/PDSD/V/2004 yang ditandatangani Kepala Biro Hukum dan Humas Setdaprop Aceh, A Hamid Zein dan Kadis Infokom Aceh, Sofyanis, selain soal pemberantasan GAM, Gubernur NAD Abdullah Puteh selaku PDSD juga menyatakan akan concern terhadap proses peradilan perkara-perkara korupsi yang kini mencuat ke permukaan seperti dugaan mark-up pembangunan Terminal Keudah, Banda Aceh, dugaan penyelewengan dana operasi bibir sumbing dan katarak, serta kasus mesin cetak.

Dalam perkara-perkara tersebut, gubernur menyatakan tak sekali pun melakukan intervensi dan bargaining. Apalagi, menghambat proses peradilan untuk perkara-perkara tersebut.

Gubernur Aceh selaku PDSD juga meminta kepada jajaran pers untuk menghormati asas praduga tak bersalah dan menghargai martabat dan kehormatan individu maupun lembaga /institusi manapun dengan mengedepankan prinsip check and balance dalam kebijakan pemberitaan maupun editorialnya.

Terkait dengan upaya penindakan terhadap tindak pidana korupsi, Abdullah Puteh juga mengakui bahwa pihaknya telah memberikan respon yang positif terhadap surat Menpan RI tanggal 28 Maret 2003. Saat itu, gubernur memberikan respon dalam kesempatan pertama untuk membentuk Forum Bersama Peningkatan Pemberantasan KKN di Aceh.(ant/dtc/yed)

Sumber: Serambi Indonesia, 28 Mei 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan