Sejumlah Tokoh Menolak Revisi UU KPK
Antikorupsi.org, Jakarta, (01/02) – Sejumlah tokoh masyarakat menolak Revisi UU KPK. Sikap tersebut merupakan reaksi atas keputusan DPR RI yang memasukkan RUU KPK untuk dibahas di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
Penolakan mereka didasari alasan bahwa revisi UU KPK akan memperlemah Komisi Pemberantasan Korupsi. Proses yang ditempuh selama ini juga patut dipertanyakan.
Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto misalnya, berkata bahwa Revisi UU KPK tidak melibatkan para pemangku kepentingan secara menyeluruh, bahkan elemen penting di dalam KPK sekalipun.
“Ini merupakan pengingkaran atas fakta bahwa korupsi menimbulkan dampak besar bagi kepentingan publik,” kata Bambang melalui pernyataan bersama para tokoh masyarakat yang diterima antikorupsi.org, Minggu (31/01).
Selain itu lanjut Bambang, tidak ada naskah akademik yang dapat dijadikan rujukan untuk pembahasan revisi UU KPK. Sehingga tidak ada dasar untuk pertukaran gagasan pasal yang berkaitan dengan pelemahan KPK.
Adapun Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Agustinus Pohan berpendapat bahwa revisi UU KPK tak perlu dilakukan karena ketiadaan urgensi. “Beberapa poin juga bermasalah jika direvisi,” katanya.
Wacana revisi UU KPK telah mencuat sejak tahun 2015 lalu. Publik saat itu melakukan serangkaian penolakan, salah satunya melalui dukungan terhadap petisi daring “Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK”. Tercatat hingga 31 Januari 2016, petisi tersebut telah mendapat 50 ribu lebih dukungan.
Suryo Bagus, inisiator petisi tersebut juga turut menyayangkan keputusan DPR RI memasukkan agenda RUU KPK di Prolegnas 2016, “Jika DPR tetap ngotot merevisi UU KPK, maka itu berlawanan dengan keinginan rakyat Indonesia,” katanya.
Tokoh-tokoh lain yang turut menolak pembahasan Revisi UU KPK antara lain Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Praktisi Hukum Lelyana Santosa, dan Rohaniawan Romo Benny Susetyo. Senin (01/02) DPR RI telah memulai pembahasan Revisi UU KPK. (Egi)