Perang Melawan Korup(si)tor

Laporan Kompas (21/7/2008) terkait merebaknya korupsi dari Aceh sampai Papua membuat kita semua terenyak. Sedemikian parah republik ini digerogoti perilaku koruptif, dari pusat hingga daerah, dari Sabang sampai Merauke!

Itu baru laporan fakta korupsi 2008, belum memperhitungkan data tahun 2005-2008. Sepanjang tahun 2005-2008, ada delapan gubernur-wakil gebernur dan 32 bupati-wakil bupati atau wali kota-wakil wali kota yang terjerat kasus korupsi. Masih lagi, ratusan anggota DPRD berbagai daerah yang diperiksa dan diadili karena kasus korupsi.

Elite politik dan kekuasaan republik ini sudah benar-benar korup! Tak ada lagi tempat bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme! Inilah penghambat utama cita-cita menyejahterakan rakyat! Karena itu, tidak ada kata lain kecuali menyerukan perang melawan korupsi dan koruptor!

Musuh rakyat

Kini, musuh rakyat tidak lain adalah para koruptor! Di tengah keterpurukan sosial-ekonomi, dan rakyat sulit mengais rezeki banyak elite politik dan kekuasaan tega mencuri uang rakyat.

Sungguh suatu paradoks. Mereka yang dipilih rakyat dan dipercaya mengemban tugas demi kesejahteraan rakyat justru mencuri harta rakyat dan membesarkan perut sendiri dengan korupsi. Mereka tidak menggunakan kesempatan untuk melayani rakyat, tetapi sibuk mencari kekayaan pribadi.

Para elite politik dan kekuasaan negeri ini, mulai dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif, telah berkhianat terhadap rakyat. Mereka yang dipilih dan dipercaya mengemban tugas menyejahterakan rakyat menata masa depan bangsa dan menjaga keadilan hidup bersama justru berbalik menjadi musuh rakyat.

Kaidah salus populi suprema lex tak lagi berarti untuk republik ini. Keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi tidak hanya tidak terwujud dalam tingkat peradilan yang korup, tetapi juga pada tingkat kesejahteraan rakyat yang tidak segera terwujud!

Ini merupakan dampak paling buruk praktik KKN yang telah merajalela di seluas Nusantara. Para politikus kita selalu menebar janji pada saat kampanye demi meraih kekuasaan bukan demi memajukan bangsa dan menyejahterakan rakyat. Bahkan, setiap kali terbukti, janji-janji mereka tidak pernah ditepati!

Ketegaan para koruptor meraup uang negara, yang juga uang rakyat, merupakan indikasi mereka lebih kotor dibandingkan cara Machiavelli, lebih tidak berperikemanusiaan, tidak adil dan tidak beradab terhadap rakyat.

Melembaga

Praktik korupsi sudah menjadi sistem yang melembaga sehingga sulit dibersihkan. Ketika korupsi sudah menyusup ke lembaga peradilan, melalui jual beli perkara, kian hebatlah virus korupsi.

Pelaku korupsi selalu bertemali, bergandeng tangan, dan tidak sendirian. Ini kian menegaskan, korupsi bukan saja menggurita, tetapi kian menjadi sistem yang melembaga.

Kita ingat, korupsi menjadi sistem yang melembaga pada masa Soeharto masih hidup. Selalu tampak adegan menarik. Di saat ia hendak diadili karena kasus korupsi, proses peradilan selalu gagal dengan dalih Soeharto sakit. Di lain pihak, di saat ada acara ”keluarga Cendana”, mantan orang nomor satu itu tampak sehat dan ceria.

Dalam wajah yang sama, para koruptor di negeri ini menampilkan diri. Bahkan, karena korupsi sudah kian menjadi sistem yang melembaga, para koruptor bahkan bertingkah seperti artis-selebritis di depan layar kaca. Tidak ada rasa malu, berdosa, apalagi jera!

Menghadapi sikap tumpul hati dan absennya nurani para koruptor, serta kian merajelalanya perilaku koruptif di negeri ini, tidak ada jalan lain kecuali rakyat harus menyatakan perang terhadap korup(si)tor! Inilah era rakyat menyatakan perang terhadap korupsi dan koruptor!

Langkah paling efektif mewujudkan sikap perang melawan korup(si)tor adalah melalui kewaspadaan politik. Jangan lagi rakyat tergiur janji politisi yang jelas-jelas sudah menipu rakyat! Jangan lagi rakyat memilih mereka yang jelas-jelas korup!

Sambil menunggu para koruptor yang sudah ditangkap mendapat proses pengadilan serta hukuman sepantasnya, rakyat bisa menyatakan perang melawan korup(si)tor melalui mekanisme Pemilu 2009 mendatang!

Aloys Budi Purnomo Rohaniwan, Pemimpin Redaksi Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan; Ketua Komisi HAK, Keuskupan Agung Semarang

Tulisan ini disalin dari Kompas, 28 Juli 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan