Penegakan Hukum Korupsi SDA Harus Serius

Antikorupsi.org, Jakarta, 26 September 2018 – Koalisi masyarakat sipil sektor Sumber Daya Alam (SDA) meminta kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk serius menindaklanjuti dan menuntaskan kasus kejahatan sektor SDA. Hal ini disampaikan saat konferensi pers (26/9) yang dilakukan setelah Forum Koordinasi Penegakan Hukum Kasus Lingkungan dan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam diadakan.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terlibat dalam koalisi masyarakat sipil sektor SDA adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Selatan, WALHI Sumatera Barat, WALHI Bangka Belitung, WALHI Sulawesi Tengah, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), JATAM Kalimantan Timur, Masyarakat Transparansi (MaTA) Aceh, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (JIKALAHARI), Perkumpulan Lintas Hijau Kalimantan Utara (PLHK), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumatera Selatan, dan Kelompok Muda Peduli Hutan (KOMIU) Sulawesi Tengah.

Dalam konferensi pers yang diwakili oleh 4 LSM yang menjadi narasumber, Alfian dari MaTA Aceh menyampaikan bahwa selama ini belum ada penanganan kasus korupsi sektor SDA di Aceh. “Kami pernah melaporkan lahan tahura (taman hutan raya) yang dijadikan hak milik oleh 25 perusahaan, dan sudah dinyatakan oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) bahwa ada penyimpangan, tetapi belum ada tindaklanjutnya lagi”, kata Alfian.

Kasus lain juga terjadi di Sumatera Selatan (Sumsel). Hadi Jatmiko dari WALHI Sumsel menceritakan bahwa telah menemukan 5 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah jelas melanggar aturan dan berada dalam Hutan Margasatwa Dangku. “Kasus ini sudah dilaporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan KLHK, bahkan KLHK sudah mengambil koordinat di wilayah itu, tetapi sampai sekarang tidak ada progress lagi”, kata Hadi.

Tak hanya di Aceh dan Sumatera Selatan, kasus korupsi SDA juga terjadi di Riau dan Sumatera Barat. Okto dari Jikalahari menjelaskan bahwa kasus yang terjadi di Riau dan telah dilaporkan ke KPK sejak 2014 adalah korupsi perizinan yang dilakukan oleh seorang Gubernur, 2 orang Bupati, dan 3 orang Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau. “Mereka sudah dijatuhi vonis tapi 20 perusahaan penerima IUPHHK-HT (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman) di Kabupaten Palalawan dan Siak belum ditindaklanjuti”, kata Okto.

Adapun kasus yang terjadi di Sumatera Barat (Sumbar) adalah terjadi tumpang tindih/overlay antara peta kawasan hutan dengan peta Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan data WALHI Sumbar, ada 79 IUP yang mana 5 IUP diantaranya memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sedangkan 21 IUP lainnya tidak memiliki IPPKH. “Kondisi overlay ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 7,39 miliar dari kewajiban land rent oleh perusahaan”, kata Jariyoni. Kasus ini pun berakhir sama dengan kasus lainnya yakni tidak adanya kelanjutan proses hukum oleh KPK dan KLHK.

Menanggapi kasus-kasus yang disampaikan koalisi, pada Forum Koordinasi Penegakan Hukum Kasus Lingkungan dan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam yang berhasil mempertemukan aparat penegak hukum dan lembaga terkait, disepakati bahwa penegakan hukum sektor SDA harus dilakukan secara multidoor. “Strategi penanganan perkara SDA yang bisa dilakukan adalah dengan multidoor, namun masalahnya seringkali hukum acaranya berbeda di masing-masing institusi penegakan hukum”, kata AKBP Rake, Kanit Dirtpidter Bareskrim Mabes Polri. Hal ini mengingat bahwa aparat penegak hukum dan lembaga terkait kompak menyampaikan bahwa selama ini belum ada koordinasi terintegrasi satu atap yang dilakukan.

Adapun aparat penegak hukum dan lembaga yang berhasil dipertemukan dalam forum ini adalah Direktorat Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Direktorat Penegakan Hukum Dirjen Pajak, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Inspektorat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Mabes Polri, dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Mabes Polri. Sementara itu perwakilan dari Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Ombudsman Republik Indonesia tidak hadir.

Dari data yang telah dirilis koalisi, terdapat 27 kasus lain yang telah dilaporkan ke KPK dan KLHK tetapi belum ditindaklanjuti. Oleh karena itu koalisi merekomendasikan unit pengaduan di setiap lembaga harus dibuat transparan dan mendesak aparat penegak hukum tidak hanya menyasar individu tetapi juga korporasi sebagai pelaku korupsi sektor SDA.*** (Dewi/Abid)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags