KPK Tak Juga Beraksi, Soal Dana Selalu Jadi Alasan

Jakarta, Kompas, Senin, 24 Mei 2004 - Meski sudah terbentuk sejak lima bulan lalu, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK/KPK) tidak kunjung memperlihatkan hasil kerjanya. Dan setiap kinerjanya digugat, KPK selalu menyatakan keterlambatan pencairan dana dari pemerintah sebagai alasan.

Demikian pendapat yang dilontarkan oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman dalam obrolan pemilu yang digelar di Hotel Sari Pan Pacific, Jumat (21/5) sore. Pembicara lain yang hadir adalah Dr Satya Arinanto, ahli hukum tata negara Universitas Indonesia.

Menurut Munarman, persoalan utama adalah terlambatnya dana yang turun dari pemerintah sehingga alasan tersebut yang selalu diungkapkan ketika masyarakat menagih kinerja para pimpinan KPK.

Satya Arinanto mengatakan, persoalan utama dari tidak kunjung terlihatnya upaya KPK bukan terletak pada keterlambatan dana yang turun. Sebab, KPK juga mendapatkan dana dari para donor luar negeri maupun bantuan asistensi dari partnership.

Tidak mungkin karena persoalan dana, karena setiap donor luar negeri yang hendak membahas hukum pasti ingin ketemu KPK. Persoalannya saya lihat karena yang dipilih memimpin KPK adalah orang-orang yang menduduki rangking 6-10. Akibatnya seperti sekarang, setiap menerima laporan mereka terus menghindar, tegas Satya.

Padahal, jelas Satya, dari segi substansi atau materi hukum dari UU yang membentuknya sudah bagus. Saya khawatir kasus-kasus yang dilaporkan ke KPK akan banyak yang menguap. Lihat saja soal Abdullah Puteh, Gubernur Aceh, setiap ditanya hal itu mereka selalu defensif. Kita tidak tahu sebenarnya apa yang sedang mereka kerjakan, kata Satya.

Satya membandingkan lembaga yang dibentuk hampir sama waktunya dengan KPK, yakni Mahkamah Konstitusi MK). Dalam usia yang relatif sama, MK telah memproduksi banyak keputusan. Sebaliknya, KPK sama sekali belum bergerak.

Pemberantasan korupsi, kata Satya, memang membutuhkan seorang figur. Ia mengingatkan maklumat Baharuddin Lopa ketika menjabat Jaksa Agung. Maklumat tersebut dirasakan ketika itu menakutkan banyak orang dan terbukti efektif untuk mencegah korupsi.

Munarman menambahkan, sulitnya pemberantasan korupsi di Indonesia karena pemerintah, khususnya pejabat-pejabat yang berwenang dalam pemberantasan korupsi, sama sekali tidak memiliki kemauan politik (political will). Kalaupun mereka mengungkapkan bahwa pemerintah memiliki kemauan politik, hal itu hanyalah ucapan belaka di bibir saja. Pemberantasan korupsi hanya sebatas jargon belaka.(VIN)

Sumber: Kompas (http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0405/24/Politikhukum/1039147.htm)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan