Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 2015 Juni 19

RINGKASAN BERITA

Senin, 15 Juni 2015 ada lima peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, kasus korupsi simulator SIM pada tahun 2011 kembali dibuka oleh KPK. Dua saksi kembali diperiksa.

Kedua, kasus korupsi Hambalang yang ditangani KPK sejak tahun 2012, pada bulan Februari lalu secara diam-diam dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Publik khawatir dengan pelimpahan kasus ini karena pemeriksaan terakhir dari KPK, politikus PDIP Olly Dondokambey diduga terlibat dalam kasus korupsi Hambalang.

Ketiga, KPK akan turut mengawasi penyaluran dan penggunaan dana desa. Tindakan KPK ini karena dana desa berada dibawah Peraturan Pemerintah No. 22/2015 dan peraturan pemerintah ini belum cukup transparan dalam implementasinya.

Keempat, Koalisi Kawal Anggaran menolak usulan dana aspirasi 20 miliar per anggota DPR. Koalisi menjelaskan 12 alasan penolakan. Salah satunya berpotensi disalahgunakan atau dikorupsi.

Dan kelima, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam dugaan kasus korupsi mobil listrik yang melibatkan Dahlan Iskan.

Selasa, 16 Juni 2015 ada tiga peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, ada tiga perwira Polri yang mendaftarkan dirinya pada pansel KPK, untuk menjadi calon pimpinan KPK. Tiga nama itu adalah Inspektur Jenderal Yotje Mende, Inspektur Jenderal Syahrul Mamma, dan Inspektur Jenderal Purnawirawan Benny Mamoto.

Kedua, Dahlan Iskan menjalani pemeriksaan pertama dalam kasus dugaan korupsi gardu. Dalam kasus korupsi gardu, didapatkan data bahwa ada Dari 21 gardu induk yang dibangun tapi 3 gardu tidak ada kontrak, 5 gardu telah selesai, dan 13 gardu lainnya bermasalah.

Ketiga, Fraksi Partai Nasdem menolak dana aspirasi yang diusulkan DPR sebesar Rp20 miliar per anggota. Fraksi Nasdem menilai program pembangunan dapil menimbulkan peluang terjadinya penyelewengan penggunaan anggaran. Program itu juga tak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan dalam pembangunan.

Rabu, 17 Juni 2015 ada lima peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, dorongan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly. Kemenkum Ham akan memperhatikan pada kewenangan penyadapan, penuntutan dan pembetukan dewan pengawas untuk KPK.

Kedua, para pegawai KPK, pengirim karangan bunga yang bernada sarkastis pada pimpinan KPK, terancam dipecat. Latar belakang munculnya kritikan melalui karangan bunga itu karena pegawai tidak sepakat dengan sikap pimpinan yang terkesan membiarkan kasus gugatan praperadilan Budi Gunawan tanpa tindak lanjut, dan juga membiarkan kasus Pak Abraham Samad, Pak Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan.

Ketiga, Plt KPK, Ruki, meminta KPK diberi kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.

Keempat, Indeks Persepsi Korupsi Global 2014 untuk Indonsesia hanya mengalami peningkatan kecil dari tahun 2013, yakni dari angka 30 menjadi 32.

Kelima, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah setuju akan usulan dana aspirasi dari DPR. Fahri menilai Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi adalah wujud dari pelaksanaan tugas konstitusi DPR yang sudah diatur dalam undang-undang maupun sumpah jabatan legislator. 

Kamis, 18 Juni 2015 ada tiga peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, seorang perwira tinggi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Inspektur Jenderal Polisi Yotje Mende, mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dikatakan bahwa ia baru 1 kali  memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK, yakni pada tahun 2007. Dikatakan pula bahwa ia tidak merasa melaporkan LHKPN adalah hal yang sangat penting. Tetapi jika pansel KPK meminta LHKPN sebagai syarat pendaftaran calon pimpinan KPK, maka ia akan melaporkannya.

Kedua, dalam kasus dugaan korupsi kondensat, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono diperiksa sebagai tersangka. Mereka diduga menyalahgunakan wewenang dalam penunjukan langsung TPPI sebagai mitra penjualan kondensat.

Ketiga, Hakim Agung Gayus Lumbuun memberikan masukan kepada MA terkait praperadilan. Ada tiga opsi yang diberikan yakni MA menerbitkan sikap resmi atas putusan hakim Sarpin Rizaldi yang memenangkan gugatan praperadilan mantan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan dengan cara memperluas kewenangan sidang praperadilan hingga masuk ke pokok perkara. Kedua, MA mengatur agar gugatan praperadilan hanya berwenang memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penuntutan, dan permintaan ganti kerugian dan rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya. Ketiga, MA memberikan kebebasan kepada hakim sidang praperadilan untuk memilih antara tetap berpegang pada KUHAP dalam mengadili dan memutus perkara gugatan praperadilan atau menerapkan perluasan kewenangan praperadilan seperti yang dilakukan oleh hakim Sarpin.

Jumat, 19 Juni 2015 ada lima peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, partai Hanura ikut menolak usulan dana aspirasi DPR. Ia menilai bahwa DPR sebaiknya tidak mengambil alih tugas yang bukan fungsi DPR. Terutama jika hal tersebut akan menimbulkan masalah baru dan tumpang tindih wewenang dengan pemerintah.

Kedua, Direktur Utama PGN dimintai keterangan terkait adanya kebutuhan kendaraan operasional, yaitu 16 mobil listrik saat APEC atas permintaan BUMN sehingga PT PGN mensponsorinya. Kasus ini adalah kasus yang berkaitan dengan Dahlan Iskan.

Ketiga, ICW menganggap revisi UU KPK adalah titipan segelintir orang, yang disinyalir adalah para koruptor. Tujuan segelintir orang tersebut adalah pelemahan KPK, bukan memperkuat KPK.

Keempat, Mantan Eks Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono mengatakan penunjukan langsung PT TPPI dilakukan oleh Jusuf Kalla.

Kelima, akhirnya DPR setuju KPK diberi kewenangan untuk mengangkat penyidiknya sendiri. Hakim menyatakan kasus yang ditangani KPK adalah kasus khusus yang menuntut kemampuan lebih penyidik, sehingga KPK harus diberi wewenang mengangkat dan mendidik penyidiknya sendiri.

PERKEMBANGAN PENTING

15 Juni

  • Kepolisian mengajukan tiga nama untuk mendaftar sebagai calon pimpinan KPK periode 2015-2019.

  • Kasus simulator SIM kembali dilanjutkan KPK dengan memeriksa dua saksi.

  • KPK melimpahkan kasus korupsi Hambalang kepada Kejaksaan Agung.

16 Juni

  • Bambang Widjojanto mencabut gugatan praperadilannya di PN Jaksel.

  • Dahlan Iskan diperiksa untuk pertama kalinya oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi gardu.

  • Ada dugaan korupsi dana hibah Persiba yang dilakukan Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

  • Fraksi Nasdem menolak dana aspirasi DPR.


17 Juni
 

  • Revisi UU KPK sudah masuk dalam prioritas jangka panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.

  • Pegawai KPK terancam dirumahkan karena tindakannya mengirim karangan bunga pada pimpinan KPK.

  • Indonesia menempati posisi yang cukup tinggi dalam tata kelola pemerintahan global dan angka korupsi dalam birokrasi.

  • Pegawai Kementerian Keuangan diperiksa sebagai saksi dalam dugaan kasus korupsi gardu.

18 Juni

  • Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono diperiksa sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi kondensat.

19 Juni

  • Partai Hanura menolak usulan dana aspirasi DPR.

  • Direktur PGN dimintai keternagan terkait kasus dugaan korupsi mobil listrik.

  • DPR menyetujui kewenangan KPK yang boleh mengangkat dan mendidik penyidiknya sendiri.


ANALISA MINGGUAN

Pertama, Korupsi Mengintai Dana Aspirasi

Dalam kurun waktu satu minggu ini, isu politik nasional yang paling hangat adalah usulan dana aspirasi yang dialokasikan sebesar Rp 20 Miliar per anggota DPR RI. Menurut DPR, dana aspirasi yang mirip dengan pork barrel politics di Philipina merupakan sebuah terobosan untuk meningkatkan, mempercepat dan memeratakan output pembangunan di masing-masing daerah pemilihan (http://nasional.kompas.com/read/2015/06/16/13245661/Ini.Fraksi.yang.Setuju.dan.Menolak.Dana.Aspirasi.Rp.20.Miliar.Setiap.Anggota.Dewan).

Meski demikian, tidak semua fraksi di DPR menyetujui usulan dana aspirasi. Enam fraksi yang sepakat dengan usulan dana aspirasi adalah Golkar, Hanura, Gerindra, PPP, PAN dan PKS. Dua fraksi, yakni PKB dan PDI P belum menyatakan sikap, sementara dua lainnya, yakni Nasdem dan Demokrat menyatakan menolak (Kompas cetak, 18 Juni 2015).

Wacana dana aspirasi yang langsung dikelola DPR untuk dibagikan kepada konstituen di daerah pemilihan masing-masing anggota DPR sudah diusulkan beberapa kali, pada periode anggota DPR yang berbeda-beda, akan tetapi selalu kandas karena penolakan yang keras dari banyak pihak. Counter argumen atas usulan dana aspirasi sebagian besarnya mengerucut pada potensi penyimpangan atau korupsi jika anggota DPR diberikan hak untuk mengelola langsung dana sebesar itu. Budiman Sudjatmiko dan Henri Yosodiringkat, dua anggota DPR dari PDI P khawatir akan banyak anggota DPR masuk penjara gara-gara dana aspirasi. Wakil Presiden, Jusuf Kalla mempertanyakan mekanisme pengawasan dana aspirasi karena pada saat yang sama, DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap pemerintah.

Dari kalangan masyarakat sipil, Konferensi Wali Gereja Indonesia melalui sekretarisnya, Romo Benny Susatyo menganggap dana aspirasi adalah praktek penyuapan kepada konstituen sekaligus upaya membangun pencitraan belaka. Andi Jaweng, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai dana aspirasi akan menyeret tradisi politik yang pragmatis sekaligus merusak logika Dana Alokasi Khusus (DAK). Hubungan antara wakil rakyat dan konstituen akan mengarah pada klientilis, menurut Yuna Farhan, aktivis Seknas FITRA.

Koalisi Kawal Anggaran yang terdiri dari gabungan CSO antikorupsi dan pemantau anggaran menolak keras usulan dana aspirasi. Mereka menyodorkan 12 alasan penolakan, diantaranya menyuburkan praktek percaloan anggaran, memperlebar jurang kesenjangan pembangunan antar daerah, potensi korupsi yang massif, membuat fungsi pengawasan DPR bias, terjadinya tumbang tindih anggaran dan lain-lainnya.

Belajar dari pengalaman negara tetangga, Philipina yang menerapkan dana aspirasi dengan nama the Priority Development Assistance Fund (PDAF) telah menyulut praktek korupsi massif yang melibatkan para anggota dewan, anggota Kongres, kalangan eksekutif, broker proyek dan kalangan pebisnis. Korupsi duit pork barrel menyulut kemarahan warga Philipina yang berujung pada protes besar-besaran warga disana. Pada tahun 2013, Mahkamah Agung Philipina memutuskan dana pork barrel tidak konstitusional.

Publik masih harus menunggu apakah pada akhirnya, dengan berbagai pertimbangan diatas, DPR mencabut rencana awalnya, atau tetap dengan agendanya menyepakati adanya dana aspirasi. Sampai detik ini keputusan DPR belum bulat untuk menerima atau menolak. Celah ini membuka ruang bagi publik untuk menekan DPR agar mereka membatalkan rencananya untuk menganggarkan dana aspirasi.

Sengkarut Revisi Undang - undang KPK

Menteri hukum dan Ham, Yasonna Laoly segera merevisi undang – undang nomor 30 tahun 2003 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Sebagaimana kita ketahui, revisi UU KPK sudah masuk prolegnas 2015 (program legislasi nasional). Di sejumlah pernyataannya, dia ingin mengubah Hak Penyadapan Penuntutan.

Rencananya, Yasonna akan memperhatikan pada tiga poin krusial untuk direvisi. Pertama, kewenangan penyadapan agar tak menimbulkan pelanggaran HAM, rencananya penyadapan hanya bisa dilakukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro justicia. Kedua, kewenangan penuntutan yang akan ditinjau ulang dari kewenangan yang dimiliki lembaga hukum lain seperti Kejaksaan Agung. Dan ketiga, pembentukan dewan pengawas KPK.

Sikap ini mendapat kecaman dan respon negatif dari sejumlah kalangan. Upaya merevisi UU KPK dianggap sejumlah kalangan sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK dengan memangkas kewenangan-kewenangan yang selama ini dimiliki KPK. Dalam pandangan publik, jika KPK kehilangan kewenangan penuntutan dan dibatasi lingkup penyadapan, sudah dipastikan performanya akan menurun.

Salah satu keunggulan KPK terletak pada proses penyidikan dan penuntutannya yang terletak pada satu atap. Kondisi ini membuat komunikasi penyidik dan penuntut menjadi cepat dan efisien. Peristiwa kasus tersendat karena bolak – balik berkas dari penyidik dan penuntut bisa diminimalisir. Hal penting lainnya, penyidikan dan penuntutan dalam satu atap membuat mereka sudah memiliki kesamaan pandangan dan pemahaman (mind-set) sejak kasus mulai korupsi mulai diproses.

Khusus pada sisi penyadapan,  Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji berpendapat bahwa revisi UU KPK justru akan melemahkan, mengerdilkan atau mereduksi kewenangan KPK. Alasannya, penyadapan merupakan andalan KPK untuk mengungkap kasus suap lewat OTT (Operasi Tangkap Tangan. Kedua, OTT merupakan bumper terdepan KPK dalam melakukan upaya penegakan hukum. (Kompas, 18 Juni 2015).

Pada perkembangannya, revisi UU KPK kembali menimbulkan pro dan kontra. Pihak Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat, saling lempar tanggung jawab. Pemerintah menegaskan bahwa revisi UU KPK bukan ide pemerintah, melainkan inisiatif dari DPR. Dia menambahkan bahwa ada ketidaksempurnaan di dalam UU KPK, jadi DPR mendorong revisi.

Namun di lain pihak, DPR menolak jika pihaknya yang disalahkan. Ketua Panja Prolegnas, Firman Soebagyo bersuara keras soal inisiator revisi UU KPK. Firman menegaskan bahwa usulan revisi itu datang dari pemerintah.

Pada sisi eksekutif juga terjadi ketidak samaan pendapat.  Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekertaris Negara menegaskan bahwa pemerintah tak berniat untuk merevisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sedangkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru menanggapi secara positif dibalik Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). JK mengatakan bahwa segala sesuatu yang direvisi belum tentu memperlemah, namun juga bisa memperkuat.

Perbedaan pendapat juga terjadi di kalangan komisioner KPK. Johan Budi dan Indrianto Seni Adji berpendapat bahwa revisi UU KPK belum perlu dilakukan. Mereka menilai revisi UU KPK sebagaimana dimaksud Menkum HAM akan melemahkan KPK. Namun komisioner KPK yang lain, Taufiqurrahman Ruki berpendapat revisi sudah menjadi kebutuhan KPK.

Perdebatan sejumlah kewenangan KPK sebenarnya sudah diakhiri oleh sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan, UU KPK sudah 17 kali diuji. Hasilnya, MK selalu mengatakan kewenangan penuntutan sesuai dengan Undang – undang Dasar, aktivitas penyadapan yang dilakukan KPK tidak ada masalah. Kesimpulannya, merevisi UU KPK bukan kebutuhan mendesak. Jika Pemerintah atau DPR setia sama konstitusi, seharusnya mereka berhenti membahas revisi UU KPK.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan