Penurunan harga jasa pelayanan pemeriksaan PCR oleh Pemerintah tidak mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas. Kebijakan tersebut diduga hanya untuk mengakomodir kepentingan kelompok tertentu yang memiliki bisnis alat kesehatan, khususnya ketika PCR dijadikan syarat untuk seluruh moda transportasi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menelusuri potensi rent-seeking atau perburuan rente dan konflik kepentingan dari produksi dan distribusi Ivermectin.
Polemik mengenai mahalnya harga pemeriksaan PCR di Indonesia kembali mencuat setelah adanya informasi terkait perbandingan tarif PCR di India. Dalam sejumlah pemberitaan diketahui bahwa Pemerintah India memangkas tarif PCR dari 800 Rupee menjadi 500 Rupee atau sekitar Rp96.000. Sedangkan di Indonesia, Kementerian Kesehatan melalui Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 menetapkan tarif tertinggi untuk pemeriksaan PCR sebesar Rp900.000 atau sekitar 10 kali lipat dari tarif di India.
Hasil penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dugaan keterkaitan anggota partai politik, pejabat publik, dan pebisnis dalam penggunaan obat Ivermectin untuk menanggulangi Covid-19. Polemik Ivermectin menunjukkan bagaimana krisis dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mendapat keuntungan.
Pada 5 Juli 2021, pemerintah mengeluarkan kebijakan program vaksinasi berbayar bagi individu/perorangan. Meskipun kebijakan ini akhirnya ditunda, kebijakan itu menegaskan ambiguitas sikap pemerintah dalam penanganan pandemi karena ada tarik menarik kepentingan antara kepentingan bisnis dan pemenuhan kewajiban untuk menyelamatkan kesehatan warga negara.