Rangkap Jabatan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara

Kegagalan Pemerintah Mengelola Konflik Kepentingan
Desain muka laporan penelitian Rangkap Jabatan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara

Konsiderans Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU 19/2003) telah meletakkan pondasi utama pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Aturan ini menyebutkan, dalam rangka mengoptimalkan peran BUMN, tata kepengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara profesional. Peran komisaris dan dewan pengawas terbilang krusial sebagai upaya mencapai tujuan pembentukan suatu BUMN. Dua jabatan tersebut, baik untuk jenis perusahaan perseroan maupun perusahaan umum, menjadi organ pengawas kerja direksi dalam menyusun suatu kebijakan dan menjalankan tata kelola kepengurusan BUMN. Sehingga, komposisi BUMN secara formil dianggap ideal, karena turut didukung dengan fungsi check and balance antara komisaris/dewan pengawas dan direksi. Selain itu, komisaris dan dewan pengawas juga diberikan kewenangan oleh UU 19/2003 untuk memberikan nasihat kepada direksi sehubungan dengan tata kelola perusahaan.

Kewajiban BUMN bertindak profesional juga tertuang dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN. Regulasi internal perusahaan pelat merah ini menyebutkan lima prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang harus dijadikan pedoman bagi pengelolaan BUMN, diantaranya, transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran. Pengaturan GCG ini dimaksudkan agar pengelolaan BUMN tetap berpijak pada nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sayangnya, mandat dari peraturan perundang-undangan itu kerap diabaikan. Hal tersebut tampak jelas dalam proses penunjukan seseorang menjadi komisaris dan dewan pengawas BUMN. Rentetan masalah seperti profesionalisme, loyalitas ganda, dan potensi konflik kepentingan selalu mencuat seiring dengan perombakan jabatan instrumen pengawas BUMN itu.

Temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada awal Agustus tahun 2020 lalu membuka “kotak pandora” pengelolaan BUMN. Bagaimana tidak, rentang waktu 2016-2019 setidaknya terdapat 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak BUMN terindikasi rangkap jabatan. Belum lagi dengan persepsi masyarakat yang meyakini bahwa jabatan komisaris atau dewan pengawas sebagian besar diperuntukkan bagi loyalis pejabat pemerintah. Asumsi ini diperkuat dengan minimnya transparansi dan tiadanya indikator yang jelas dalam pemilihan komisaris atau dewan pengawas.

Secara logis, praktek rangkap jabatan yang menjadi tradisi di BUMN dan disengaja dilakukan oleh pengambil keputusan, baik Menteri BUMN maupun otoritas pemerintah dapat mengancam penerapan prinsip GCG di BUMN. Lahirnya konflik kepentingan, sulitnya bersikap profesional dalam menjalankan fungsi pengawasan, minimnya kapasitas dalam melaksanakan fungsi pengawasan, dan berbagai masalah lain yang memperburuk GCG BUMN tidak dapat dihindarkan. Karena kondisi pengawasan yang demikian, akibatnya, BUMN juga rentan terhadap masalah korupsi.

Mengacu pada masalah di atas, maraknya praktek rangkap jabatan di BUMN dapat dipandang sebagai buruknya pengelolaan GCG karena menimbulkan potensi konflik kepentingan. Meskipun terdapat beberapa regulasi yang telah mengatur larangan praktek jabatan dan sanksinya, seperti misalnya UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, namun belum ada standar pengaturan yang tegas dan jelas di sektor-sektor publik lainnya, khususnya di BUMN.

Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian sebagai upaya mengidentifikasi berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah mengatur larangan rangkap jabatan sebagai mekanisme pengelolaan konflik kepentingan. Selanjutnya, penelitian dimaksudkan untuk menganalisis berbagai kelemahan substansial pengaturan larangan rangkap jabatan dan pengelolaan konflik kepentingan serta menawarkan rekomendasi untuk memperkuat pengaturan rangkap jabatan dan pengelolaan konflik kepentingan di BUMN.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan