Perkembangan Sidang Keterbukaan Informasi Penunjukan Penjabat Kepala Daerah: Kemendagri Harus Buka Akses Dokumen Pengangkatan Penjabat!

Sumber foto: Humas Kemendagri
Sumber foto: Humas Kemendagri

Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga keras proses pemilihan penjabat (Pj) kepala daerah yang telah berlangsung selama ini oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diwarnai dengan potensi konflik kepentingan, terkhusus dalam bentuk rangkap jabatan. Setidak-tidaknya, ada indikasi bahwa orang yang ditunjuk merupakan pihak yang dekat dengan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sehingga dapat dengan mudah “mengontrol” para Pj Kepala Daerah agar dapat menyelaraskan kepentingan pusat. 

Berdasarkan penelusuran ICW per 20 Januari 2023, terdapat 103 Pj Kepala Daerah yang dilantik tanpa adanya dasar hukum teknis maupun dokumen pendukung yang dapat membuat transparan seluruh proses pemilihan hingga pelantikan Pj Kepala Daerah bagi publik.

Melihat bagaimana secara terang benderang rangkap jabatan yang dipegang oleh misalnya Brigjen Andi Chandra yang juga masih merupakan prajurit TNI aktif saat ditunjuk sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat;  Heru Budi Hartono selaku Pj Gubernur DKI Jakarta yang merangkap Kepala Sekretariat Kepresidenan; Ridwan Djamaluddin yang dilantik sebagai Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung namun belum mundur dari jabatannya sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; serta penunjukan Paulus Waterpauw – yang merupakan mantan perwira tinggi Polri dan Kapolda Papua merupakan contoh kecil dari kemungkinan tidak profesionalnya proses penunjukkan Pj Kepala Daerah lainnya hingga kini.

Selama Kemendagri tidak mau membuka dokumen-dokumen yang dapat membuat terang proses penunjukkan Pj Kepala Daerah, membiarkan terjadinya konflik kepentingan serta rangkap jabatan yang memotivasi penunjukkan Pj Kepala Daerah akan semakin sulit dibendung. 

Perlu menjadi catatan pula bahwa pada 19 Maret 2023, ICW kembali bersidang di Komisi Informasi Pusat sebagai pihak yang bersengketa dengan Kementerian Dalam Negeri terkait dengan tidak diberikannya sejumlah dokumen-dokumen yang sepatutnya menjadi dasar dalam pengangkatan Penjabat Kepala Daerah, yang per 20 Januari 2023, menurut catatan ICW telah dilantik sebanyak 103 individu yang terdiri atas Wali Kota, Bupati, hingga individu. Sidang tersebut merupakan lanjutan dari sidang pada 8 Maret 2023 dengan nomor register 007/I/KIP-PS/2023 dengan agenda pemeriksaan awal untuk memeriksa legal standing kedua pihak dan mengklarifikasi terkait dengan pokok permohonan. Adapun selama proses persidangan, terdapat sejumlah kejanggalan yang terungkap, antara lain:

 

  • Kemendagri awalnya menyatakan bahwa Keppres 50/P maupun salinannya tidak dikuasai/dimiliki oleh Kemendagri. Tapi setelah dicecar oleh Majelis Komisioner, mereka mengubah pernyataannya dengan menyatakan bahwa dokumen tersebut dimiliki Mendagri secara pribadi karena diserahkan langsung oleh Presiden;
  • Kemendagri mengakui tidak memiliki peta wilayah dan oleh karenanya tidak mendasarkan hal tersebut dalam proses pertimbangan/penjaringan calon yang akan dilantik sebagai PJ Kepala Daerah;
  • Kemendagri bersikeras bahwa putusan MK hanya menyarankan, bukan memerintahkan, adanya peraturan pelaksana UU Pilkada. Ditambah lagi, mereka mengklaim pasal yang bersangkutan serta UU secara umum dapat dilaksanakan tanpa adanya peraturan turunan/pelaksana. Sekalipun mereka akan menyusun peraturan turunan dari UU Pilkada, Permendagri saja dirasa cukup untuk mengakomodir karena diklaim ada komunikasi/kesepakatan dengan Ombudsman (tertutup);
  • Uji konsekuensi yang dilakukan oleh Kemendagri untuk mengecualikan sejumlah info yang dimintakan oleh ICW tidak didasari pada landasan hukum manapun. Mereka alih-alih menyatakan keputusan tersebut berlandaskan hasil rapat (yang tidak diinformasikan kepada publik notulanya) dan diskusi dengan pejabat lain di internal Kemendagri;
  • Profiling beserta infonya dikatakan bersifat rahasia/dikecualikan karena merupakan data intelijen yang melibatkan K/L lain seperti BIN, KPK, PPATK (soal isi rekening/transaksi). Foto kandidat dinyatakan sebagai rahasia pula. Proses profiling bahkan dilakukan tanpa diketahui oleh bakal calon bersangkutan;
  • Hasil penilaian akhir tidak dimiliki oleh Kemendagri karena itu mereka klaim dilakukan oleh Presiden. 

 

ICW menilai hal-hal di atas sangat terang benderang merupakan hal yang absurd, terkhusus karena melanggar ketentuan hukum. Sangat jelas pada Pasal 11 ayat (1) UU KIP huruf b dan c, diterangkan bahwa hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya, serta seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya wajib disediakan setiap saat. Selain itu, informasi-informasi yang dikecualikan oleh Kemendagri juga tidak bersesuaian dengan Pasal 18 ayat (2) huruf b UU KIP yang menerangkan bahwa pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik tidak termasuk informasi yang dikecualikan.

Ditambah lagi, sudah jelas bahwa Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Dugaan Maladministrasi dalam Proses Pengangkatan Kepala Daerah yang dikeluarkan Ombudsman dengan nomor register 0583/LM/VI/2022/JKT menegaskan bahwa maladministrasi telah dilakukan oleh Mendagri dan harus dilakukan sejumlah tindakan korektif, dua diantaranya mematuhi membentuk peraturan pelaksana dari Pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sebagaimana diamanatkan Putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan