Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: Lahan Basah Korupsi

Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Pada 15 Oktober 2021 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Musi Banyuasin dan Jakarta. Dalam operasi ini, KPK mengamankan Dodi Reza Alex (Bupati Musi Banyuasin 2017 - 2022), Herman Mayori (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Eddi Umari (Pejabat Pembuat Komitmen Dinas PUPR), Suhandy (Direktur PT Selaras Simpati Nusantara/ PT SSN), dan beberapa orang lainnya beserta uang tunai total Rp 1,77 Miliar

Suhady diduga menjanjikan uang Rp 2,6 miliar kepada Dodi, jika perusahaannya memenangkan tender di Dinas PUPR Musi Banyuasin. Setidaknya ada 4 proyek yang dimenangkan PT SSN yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), APBD-Perubahan 2021, dan Bantuan Keuangan Provinsi kepada PUPR. Proyek tersebut bukan kali pertama PT SSN memenangkan pengadaan di Kabupaten Musi Banyuasin. Pada 2020 PT SSN tercatat memenangkan Rehab Daerah Irigasi (IPDMIP) di Kelurahan Ngulak I Kec. Sanga Desa dengan nilai Rp 3,27 miliar

Indikasi korupsi proyek pengadaan yang terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin kembali menunjukan bahwa area sangat rawan. Alih-alih pengadaan dilakukan untuk kepentingan masyarakat, justru terjadi jual beli proyek. Pengadaan diatur sedemikian rupa karena sedari awal sudah ditentukan siapa yang akan memenangkan proyek, atau dikenal dengan istilah ijon proyek. 

Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa


Fenomena korupsi pengadaan tidak hanya terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin. Secara nasional, berdasarkan data KPK, PBJ adalah kasus korupsi terbanyak kedua yang ditangani oleh lembaga ini. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2016 sampai 2020 juga menunjukkan hal serupa. Sebanyak 49,1% atau 1.093 kasus dari 2.227 kasus yang ditangani penegak hukum, terkait dengan PBJ. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 5,3 triliun.

Besarnya anggaran pemerintah yang dialokasi untuk pengadaan terbilang cukup menggiurkan. Pada 2021 saja, pemerintah mengalokasikan Rp 1.214,1 triliun atau 52,1% dari APBN untuk pengadaan. Hal ini sayangnya tidak dibarengi dengan keterbukaan data sehingga masyarakat sulit untuk melakukan pengawasan.

Dampak dari korupsi pengadaan bukan hanya kerugian negara. Korupsi pengadaan juga menghambat pemenuhan pelayanan publik. Lebih jauh, korupsi pengadaan dapat membahayakan jiwa seseorang, misalnya dalam kasus sekolah roboh karena pembangunan tidak sesuai spesifikasi, atau jalanan rusak yang mengakibatkan kecelakaan.

Paling tidak ada 3 hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya korupsi di pengadaan. Pertama, membuka data pengadaan lebih rinci dan lengkap. Meskipun sebagian besar pengadaan telah dilakukan secara elektronik, namun data yang dapat diakses oleh publik masih terbatas. Kalaupun data tersedia, terkadang informasi yang disajikan tidak lengkap. Selain itu, saat ini data yang tersedia baru sampai tahap penetapan pemenang. Sedangkan data mengenai implementasi pengadaan tidak tersedia. 

Kedua, membangun kesadaran dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam hal pengadaan barang dan jasa. Ketiga, dengan masyarakat yang sadar dan memiliki kapasitas maka pemerintah dapat mendorong keterlibatan masyarakat dalam melakukan pemantau pengadaan. Pemantauan yang dilakukan dapat membantu kerja - kerja penegak hukum maupun inspektorat daerah dalam hal pengawasan terhadap pengadaan. SJR

 

 

Penulis: Siti Juliantari

Editor: Adnan Topan

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags