Pembungkaman Whistleblower: Bukti Mundurnya Pemberantasan Korupsi

Kriminalisasi terhadap pelapor dugaan kasus korupsi yang terjadi di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menunjukan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal BAZNAS Provinsi Jawa Barat dilaporkan oleh Wakil Ketua BAZNAS ke Polda Jawa Barat akibat membongkar skandal korupsi.

Kriminalisasi bermula saat TY selaku internal auditor melaporkan dugaan kasus korupsi dana zakat sebesar Rp9,8 miliar pada periode 2021-2023 dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp3,5 miliar. TY sebagai whistleblower menempuh jalan panjang dengan melaporkan dugaan kasus korupsi tersebut ke berbagai pihak, antara lain Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), pengawas internal BAZNAS, hingga ke sejumlah penegak hukum. 

Rangkaian upaya yang ditempuh TY harus dipandang sebagai upaya itikad baik dalam perbaikan tata kelola dana zakat dalam BAZNAS. Namun, pelaporan yang dilakukan oleh TY tidak berkembang. Status TY sebagai pelapor pun akhirnya diketahui oleh Wakil Ketua BAZNAS selaku terlapor, yang kemudian dilaporkan balik ke Polda Jawa Barat. Alih-alih fokus pada kebenaran materiil pada pelaporan TY, Polda Jawa Barat justru menetapkan TY sebagai tersangka berdasarkan Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU ITE tentang pengaksesan dokumen rahasia milik BAZNAS Jabar.

Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/2008), terdapat 10 jenis informasi yang dikecualikan. Berdasarkan Penetapan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Jawa Barat Nomor 93 Tahun 2022 tentang Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan, terdapat informasi dikecualikan yang bertentangan dengan UU 14/2008. Selain itu, informasi yang dikuasai oleh TY selaku whistleblower tidak pernah sekalipun disampaikan ke publik, hanya diberikan kepada pengawas internal BAZNAS, APIP Kementerian Agama, dan penegak hukum. Dengan adanya tuduhan yang dialamatkan kepada TY maka patut diduga ada kebocoran informasi dari para pihak tersebut.

Selain itu, berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) diketahui terdapat 6 kasus korupsi dana zakat dengan total 13 pelaku. Kerugian keuangan negara dalam kasus-kasus ini mencapai Rp12 miliar pada tahun 2011 hingga 2024. Enam pelaku di antaranya merupakan pengurus BAZNAS, mulai dari jabatan ketua, wakil ketua, hingga bendahara. Adanya pelaporan dugaan korupsi di BAZNAS oleh whistleblower menunjukan bahwa tata kelola BAZNAS belum sepenuhnya dibenahi hingga saat ini. Bahkan, partisipasi publik untuk mendorong adanya perbaikan melalui pelaporan dugaan kasus korupsi malah berujung dikriminalisasi.

Dalam Pasal 33 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 mewajibkan setiap negara untuk memberikan perlindungan bagi para pelapor tindak pidana korupsi. Pengejawantahan pelindungan pelapor korupsi dalam UNCAC, salah satunya dapat ditemui dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 10 menegaskan bahwa pelapor tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata atas laporan yang dibuatnya berdasarkan itikad baik. Pelindungan pelapor dipertegas kembali pada Pasal 2 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa peran serta masyarakat diwujudkan, salah satunya dalam bentuk hak untuk memperoleh pelindungan hukum. 

Meski telah ada sejumlah instrumen hukum yang mewajibkan negara bertanggung jawab terhadap perlindungan pelapor korupsi, namun faktanya jauh panggang dari api. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), periode 1996 hingga 2024 diketahui terdapat 204 korban yang menerima ancaman saat mengkritisi upaya pemberantasan korupsi, 17 orang di antaranya dikenakan tuduhan pencemaran nama baik. Bentuk ancamannya pun beragam, mulai dari kriminalisasi, teror, bahkan hingga pembunuhan. 

Dari kondisi di atas, ICW mendesak agar:

  1. Polda Jawa Barat harus menghentikan laporan dan mengeluarkan SP3 terhadap TY karena patut diduga ada upaya membungkam whistleblower dalam untuk membongkar dugaan korupsi di BAZNAS.
  2. BAZNAS RI, Pemerintah Daerah, dan aparat penegak hukum melanjutkan aduan berkaitan dengan dugaan penyelewengan dana dan korupsi yang terjadi di BAZNAS Provinsi Jawa Barat.
  3. Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan perlindungan bagi whistleblower sesuai dengan Pasal 15 huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  4. Pemerintah dan DPR perlu segera merumuskan aturan mengenai Anti-SLAPP dalam kasus korupsi untuk dapat melindungi pegiat antikorupsi dengan pertimbangan banyaknya pelapor korupsi yang mendapatkan intimidasi dan ancaman.

Indonesia Corruption Watch

27 Mei 2025

 

Narahubung:
Wana Alamsyah - Kepala Divisi Hukum dan Investigasi
Erma Nuzulia - Staf Divisi Hukum dan Investigasi

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan