KRISIS EKONOMI, PAJAK TIDAK ADIL, DAN LEDAKAN PROTES

Tax The Rich

 

Protes besar di Indonesia lahir dari akumulasi ketidakadilan: rakyat kian terhimpit oleh ekonomi rapuh, 60 persen tenaga kerja hidup di sektor informal, jutaan kelas menengah jatuh miskin, harga melambung karena kelangkaan barang akibat krisis iklim, peningkatan tarif PBB hingga lebih dari 1.200% diberbagai daerah dan gelombang PHK terus meningkat, sementara pemerintah menutup data, mata dan telinga. Kontrasnya, elit politik berpesta, berjoget di sidang kenegaraan, menaikkan tunjangan hingga lebih dari Rp50 juta per bulan, dan tetap bebas pajak. Puncaknya, tragedi Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis aparat, menjelma simbol ketidakadilan sekaligus pemicu meluasnya demonstrasi, diperparah dengan represifitas polisi yang kian menyulut amarah publik.

Akumulasi terhadap kemarahan masyarakat tidak terlepas dari kebijakan efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah Prabowo sejak awal pemerintahannya, setelah sebelumnya pemerintahan  Presiden Jokowi mematok defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp616,2 triliun.  Namun kebijakan efisiensi tidak berbanding dengan besarnya postur pemerintahan yang besar dengan menambah jumlah kementerian dan kelembagaan, serta mengalokasikan dana yang cukup besar pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan janji politik yang memakan anggaran sebesar 335 Triliun pada 2026. 

Konsekuensi ini justru memangkas biaya transfer ke daerah yang menyebabkan pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan  pungutan pajak di daerah  yang sangat tinggi yang merupakan salah satu percikan aksi dari masyarakat di pati dan berbagai wilayah lainnya. Di sisi lain dengan gaji dan tunjangan yang sangat tinggi, para pejabat justru tidak membayar pajak karena pajak penghasilannya dibiayai oleh negara melalui tunjangan pajak penghasilan. Situasi ini sangat kontras dengan nasib buruh. Bagi pekerja yang terkena PHK, uang pesangon dan manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan tetap dikenakan PPh. Kondisi ini  sangat memprihatinkan dimana buruh atau pekerja yang kehilangan pekerjaan harus menggunakan uang  tersebut untuk hidup sebagai pengganti uang dalam kondisi tidak bekerja juga tetap dipajaki oleh negara.

Sementara pejabat negara yang baru saja mendapatkan tunjangan terutama anggota DPR-RI terus mempertebal rasa ketidakadilan yang dipertontonkan secara vulgar oleh anggota, memicu kemarahan rakyat atas etika sebagai wakil rakyat yang tidak peka pada situasi perekonomian yang sulit.

Ketimpangan juga semakin nyata dalam dekade terakhir, dimana orang super kaya dan bagian dari oligarki terus mendapatkan kemudahan dan keuntungan dari industri ekstraktif di Indonesia. Padahal mereka seharusnya bertanggung jawab terhadap emisi dari aktivitas perusahaan mereka yang mengakibatkan kerugian ekonomi dan memperburuk krisis iklim.

Sebagai respon dari masalah ekonomi dan krisis iklim yang semakin buruk, pemerintah seharusnya  memberikan solusi yang lebih adil dengan mendorong keadilan fiskal sebagai salah satu jalan keluar untuk memastikan ketimpangan tidak semakin buruk. Pemerintah seharusnya mengambil langkah yang lebih radikal, alih-alih terus menarik pajak bagi  rakyat kecil yang sedang berjuang untuk memperoleh penghidupan yang layak. 

Beberapa langkah- langkah yang seharusnya dilakukan pemerintah merespon situasi saat ini antara lain ;

  1. Pemerintah seharusnya  secara aktif menerapkan pajak yang lebih tinggi bagi perusahaan-perusahaan perusak lingkungan dan kelompok super-kaya (wealth tax). Pendapatan dari pajak tersebut berpotensi menjadi sumber pembiayaan yang penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, pemulihan lingkungan, serta penanganan dampak krisis iklim.
  2. Pemerintah juga harus menerapkan kebijakan untuk menaikan PTKP ( Pendapatan Tidak kena Pajak) sebesar  Rp. 10.000,000,-. 
  3. Pemerintah juga harus menghapuskan tunjangan berlebihan bagi anggota DPR dan pejabat yang menghamburkan uang rakyat. Segera bentuk Komite Remunerasi independen menyusun gaji dan tunjangan pejabat negara.
  4. Pemerintah harus mencabut kebijakan tunjangan pajak PPh 21 bagi anggota DPR dan Pejabat. Transparansi seluruh nilai pajak anggota DPR yang selama ini ditanggung pemerintah.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan