Keterbukaan Informasi PBJ Setelah Lahirnya Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2021: Identifikasi Persoalan dan Rekomendasi Kebijakan

Catatan Rekomendasi Implementasi Kebijakan
ICW 2024

Di tengah masih tingginya korupsi Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ),[1] PBJ semestinya dilakukan dengan mengedepankan prinsip transparan dan akuntabel kepada publik. Dengan demikian, peluang publik untuk turut mengawal PBJ semakin terbuka. Peran publik dalam mengawasi PBJ dari korupsi ini perlu dijamin mengingat korupsi PBJ berdampak signifikan pada tidak optimalnya program pemerintah, termasuk pelayanan publik, dan tidak efisiennya belanja anggaran negara.

Rekomendasi kebijakan ini menyajikan identifikasi persoalan dan rekomendasi penguatan keterbukaan informasi PBJ. Catatan ini didasarkan pada pengalaman Indonesia Corruption Watch (ICW) dan jaringan melakukan penilaian atas implementasi keterbukaan informasi PBJ di Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Kota Medan, Kabupaten Tuban, dan Kota Kupang setelah lahirnya Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No. 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP).

Hasilnya, PerKI SLIP tidak cukup efektif menjamin keterbukaan informasi PBJ. Terdapat persoalan yang bersifat mendasar, yaitu terkait infrastruktur keterbukaan informasi publik, dan kekosongan strategi atau instrumen implementasi PerKI SLIP terkait PBJ. Terdapat dua rekomendasi penguatan keterbukaan informasi PBJ di masa mendatang yang secara spesifik ditujukan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP), Komisi Informasi, Kementerian Dalam Negeri, dan pemerintah daerah. Rekomendasi tersebut berkenaan dengan:

  • Penguatan infrastruktur pengelolaan informasi publik secara umum yang meliputi:
    1. Restrukturisasi posisi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) utama atau PPID pemerintah daerah dalam struktur birokrasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 2017.
    2. Pengembangan pangkalan data informasi publik yang terintegrasi di internal badan publik yang membuat PPID dapat secara reguler mengumpulkan dan mengelola informasi publik (tidak hanya ketika ada permohonan informasi).
    3. Komisi Informasi menyusun panduan penyajian informasi publik yang mudah diakses dan ramah terhadap penyandang disabilitas (aksesibel).
  • Penguatan implementasi keterbukaan informasi PBJ dengan:
    1. LKPP melakukan pengembangan sistem publikasi informasi PBJ yang terstandarisasi sehingga dapat memfasilitasi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam menjalankan mandat membuka informasi PBJ.
    2. LKPP menyusun panduan teknis implementasi keterbukaan informasi PBJ untuk menjadi acuan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah menerapkan mandat kebijakan keterbukaan informasi PBJ. Panduan teknis setidaknya meliputi tata cara, waktu, dan bentuk informasi PBJ.
    3. Komisi Informasi secara partisipatif, yaitu melibatkan publik dan LKPP, melakukan pemilahan jenis informasi PBJ dengan dua kategori, yaitu berkala dan setiap saat.
    4. LKPP, Komisi Informasi di pusat dan daerah, dan pemerintah daerah melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap kedisiplinan badan publik dalam membuka informasi PBJ. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh Komisi Informasi yaitu dengan memasukkan keterbukaan informasi PBJ sebagai indikator dalam instrumen penilaian keterbukaan badan publik.

 

[1] Kajian ICW mengenai penindakan kasus korupsi tahun 2022 menunjukkan bahwa 250 dari 579 (43%) kasus korupsi yang ditindak penegak hukum berkaitan dengan PBJ. (Indonesia Corruption Watch, Laporan Hasil Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2022: Korupsi Lintas Trias Politika,link:https://antikorupsi.org/sites/default/files/dokumen/Narasi%20Laporan%20Tren%20Penindakan%20Korupsi%20Tahun%202022.pdf, diakses pada 22 Desember 2023, 13:43 WIB)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan