Kabulkan Gugatan Masyarakat Sipil, MK Kembalikan Pengawasan ASN ke Lembaga Independen

MK
MK

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan koalisi masyarakat sipil untuk netralitas ASN terkait revisi UU ASN yang menghapuskan keberadaan lembaga negara independen pengawas sistem merit dan ASN. Putusan ini adalah tamparan bagi Pemerintah era Presiden Jokowi dan DPR yang meniadakan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di tengah birokrasi yang masih rentan politisasi dan korupsi.

Pasca dihapusnya KASN menjelang Pilkada serentak 2024, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dengan didampingi kuasa hukum dari Themis Indonesia melayangkan Judicial Review (JR) ke MK. Kami menilai bahwa dihapuskannya KASN dan konsep baru pengawasan sistem merit dan ASN yang tidak utuh dilekatkan pada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan ASN dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) adalah suatu kemunduran reformasi birokrasi dan berdampak buruk pada integritas pemilu.

Atas gugatan yang diajukan pada Agustus 2024 tersebut, Mahkamah membacakan putusan pada 16 Agustus 2025 dengan menyebut bahwa Pasal 26 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai penerapan pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga independen. Tidak hanya itu, MK juga memberikan tenggat waktu bagi pemerintah untuk membentuk lembaga independen tersebut paling lambat dua tahun sejak putusan dibacakan. Pandangan hakim nyaris bulat dengan dissenting opinion hanya berasal dari hakim Anwar Usman yang menilai kebijakan tersebut adalah kebijakan hukum terbuka (open legal policy).

Lebih jauh, Mahkamah menilai bahwa salah satu persoalan kepegawaian yaitu soal mudahnya ASN diintervensi oleh kepentingan politik dan juga kepentingan pribadi. Sehingga, perlu ada pemisahan fungsi dan kewenangan yang jelas antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan pengawas kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih peran dan benturan kepentingan. Terlebih lagi, pengawas kebijakan harusnya dipandang tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, tetapi juga sebagai penyeimbang pembuat atau pelaksana kebijakan dalam rangka memastikan sistem merit berjalan dengan baik, akuntabel, dan transparan. Dampak positif keberadaan pengawas independen tersebut tidak lain yaitu birokrasi yang profesional, efisien, dan bebas dari intervensi politik serta mampu melindungi karier ASN. 

Koalisi menilai putusan MK ini merupakan langkah penting dalam memperkuat tata kelola birokrasi di Indonesia pasca terjadi pelemahan pada 2023 lalu. Putusan tersebut layak diapresiasi karena tidak hanya akan mengembalikan pengawasan ASN dilakukan oleh lembaga negara independen, tetapi juga menegaskan bahwa asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN sebagai hal fundamental dan komponen yang esensial dalam sistem merit sehingga perlu ditegaskan dalam norma pasal 26 ayat 2 UU ASN. 

Namun meskipun mengapresiasi putusan ini, kami perlu menyampaikan catatan kritis. Pertama,  ditolaknya provisi perihal ditetapkannya permohonan ini sebagai prioritas dalam rangka menghadirkan pengawasan independen dalam pilkada 2024 oleh KASN atau setidaknya memerintahkan agar KASN tetap melaksanakan fungsi dan kewenangan untuk mengawasi sistem merit dan kode perilaku ASN sampai putusan MK diucapkan. Hal tersebut berdampak pada pelemahan pengawasan pilkada serentak 2024. Padahal, penyelenggaraan pilkada tersebut merupakan momentum politik strategis di mana terdapat 545 provinsi/ kabupaten/ kota memilih pimpinan daerahnya.

Kedua, waktu 2 tahun untuk pembentukan lembaga negara independen terhitung cukup lama. Mengingat sebelumnya telah terdapat preseden kelembagaan independen, yaitu KASN, yang mengemban tugas utama mengawasi sistem merit dan netralitas ASN, penghidupan kembali lembaga negara independen dapat dipercepat. Penghapusan KASN melalui revisi UU 20/2023, baik dalam naskah akademik maupun penjelasan pemerintah dan DPR dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi tidak menyuguhkan fakta yang menunjukkan kinerja buruk KASN. Dengan demikian, pembentukan konsep lembaga negara independen tidak dimulai dari nol, melainkan memperkuat konsep kelembagaan yang pernah ada. Penguatan tersebut diantaranya pada sisi kewenangan, sumber daya manusia, anggaran, maupun integrasi kerja antar instansi. Penguatan ini juga sejalan dengan analisis Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM era Mahfud MD.

Oleh karenanya, kami mendesak Pemerintah dan DPR untuk:

  1. Menindaklanjuti putusan MK yang tak lain merupakan koreksi atas produk hukum yang mereka hasilkan jauh lebih cepat dari tenggat waktu yang MK berikan.
  2. Memasukkan klausul pembentukan lembaga negara independen dalam revisi UU No. 20 Tahun 2023 yang masuk dalam agenda Prolegnas 2025.
  3. Menyiapkan pembentukan lembaga negara independen secara transparan dan melibatkan masyarakat sipil serta pakar tata kelola pemerintahan atau pengawasan oleh lembaga negara independen agar lahir lembaga negara independen yang benar-benar dapat bekerja efektif untuk pengawasan sistem merit dan ASN.

 

Jakarta, 17 Oktober  2025

Indonesia Corruption Watch

 

 

Narahubung:

 

Almas Sjafrina (ICW)

 

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan