Darurat Pungli: Stop Intimidasi Pelapor dan Saksi, Pecat Pejabat Sewenang-Wenang Pelaku Pungli

Ilustrasi Tolak Pungli di Sekolah (Antara/ JawaPos.com)
Ilustrasi Tolak Pungli di Sekolah (Antara/ JawaPos.com)

Guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Cibeureum 1 Kota Bogor menjadi korban arogansi kepala sekolah yang menduga pengusutan pungutan liar (pungli) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) oleh Inspektorat Kota Bogor dikarenakan laporan dari guru honorer. Guru tersebut dipecat di sela-sela investigasi Inspektorat Kota Bogor atas dugaan pungli. Permasalahan ini mengingatkan kita pada persoalan intimidasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pangandaran oleh atasannya.

 

 

 

Dua kasus tersebut membuat publik berpikir, ketika berhadapan atau menyaksikan pungli, apa yang seharusnya dilakukan? Apakah melapor atau diam? Apabila melapor, apakah terdapat jaminan aman?

Pungli: Bagian dari Korupsi di Sekolah

Pungli menyeruak pada pelaksanaan PPDB 2023. Padahal, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 1 Tahun 2021 tentang PPDB menegaskan pungutan PPDB dilarang dilakukan di sekolah negeri dan sekolah swasta yang mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pungli PPDB berlangsung masif, tak hanya terkecuali di Kota Bogor. Kepolisian setempat bahkan membuka hotline pengaduan pungli dan menurunkan Satuan Tugas Sapu Bersih (Satgas Saber) pungli. Sehingga menjadi ironi apabila pelapor pungli mendapat intimidasi.

Pungli PPDB bukan satu-satunya pungli yang terjadi di sekolah. Pada Juli lalu, kepala sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Sale Kabupaten Rembang diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala sekolah karena melakukan pungli berkedok infak setiap kenaikan kelas. Selain pungli berkedok infak, pungli yang kerap terjadi di sekolah yaitu pungli terkait ujian, sertifikasi guru, praktikum, dan untuk menebus surat keterangan lulus serta pungli berkedok pembelian seragam, buku, dan lainnya dengan harga yang tidak wajar.

Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tren penindakan kasus korupsi 2016-2021 mencatat terdapat 76 dari 242 kasus korupsi pendidikan yang ditindak penegak hukum terjadi di sekolah. 18% diantaranya berbentuk pungli. Angka ini terdengar tidak banyak. Namun, perlu diingat bahwa pungli di sekolah seringkali tidak terungkap atau berakhir di meja penegak hukum. Hal ini tak lepas dari masalah ketakutan untuk melapor dan pungli yang semakin dinormalisasi di lingkungan sekolah.

Pemecatan seorang guru yang disangka melapor pungli patut dipandang sebagai penolakan atas semangat memberantas korupsi di sekolah. Dampaknya bukan hanya secara personal terhadap pelapor, tetapi juga akan membuat korupsi di sekolah semakin tumbuh subur dan membungkam pihak yang memilih berani melawan pungli. Narasi “loyalitas dan kepatuhan terhadap pimpinan” sebagaimana tercantum dalam surat pemecatan guru honorer tersebut jelas merupakan bentuk pembungkaman atas praktik koruptif yang harus diperangi.

Sebaliknya, guru yang berani melaporkan atau setidaknya memberi kesaksian atas korupsi yang terjadi di sekolah harus diapresiasi. Jika tidak, keberadaannya akan semakin langka. Tindakan pelaporan pungli juga merupakan wujud menjaga integritas sekolah. Tindakan tersebut merupakan contoh baik bagi peserta didik di lingkungan sekolah. Ada nilai keberanian dan kejujuran yang sedang dibangun. Sebab sejatinya sekolah bukan hanya tentang proses belajar mengajar dalam kelas, tetapi tempat menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan integritas.

Pelanggaran Berlapis: Korupsi dan Bertindak Sewenang-Wenang

Entah siapa pelapornya, pungli di SDN Cibeureum 1 Kota Bogor nyatanya terbukti. Pemerintah Provinsi Kota Bogor mencopot kepala sekolah dari jabatannya. Ia diturunkan dari jabatan kepala sekolah dan menjadi guru tanpa jabatan karena terbukti melakukan gratifikasi pada PPDB. Apakah pencopotan dari jabatan tersebut sudah setimpal? “Dosa” kepala sekolah tersebut tidak hanya melakukan gratifikasi, melainkan juga menyalahgunakan jabatan serta wewenangnya untuk bertindak sewenang-wenang.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 94 tahun 2021 tentang Disiplin ASN, pencopotan jabatan sudah termasuk salah satu bentuk penjatuhan sanksi berat. Namun perlu ditimbang ulang, dengan berlapisnya pelanggaran yang dilakukan oleh kepala sekolah SDN Cibeureum 1 Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor perlu menjatuhkan sanksi yang akan efektif dan berdaya cegah. Terlebih lagi, pungli di sekolah dan arogansi terhadap bawahan hari ini semakin marak, berlawanan dengan upaya pemberantasan korupsi, dan mencoreng citra satuan pendidikan yang dipimpinnya.

Pungli di sekolah, terlebih dilakukan oleh kepala sekolah, disaksikan oleh warga sekolah, tak terkecuali peserta didik. Tindakan koruptif yang dilakukan sosok yang seharusnya menjadi teladan tersebut dapat menjadi contoh buruk. Sehingga sudah semestinya sanksi yang dikenakan tidak sekedar pencopotan dari jabatan sebagai kepala sekolah. Sanksi lain misalnya yaitu pemotongan tunjangan dalam jangka waktu tertentu atau bahkan pemberhentian sebagai ASN.

Tidak hanya pungli, bentuk arogansi pejabat terhadap bawahan dan siapapun yang berupaya membongkar pungli harus dilawan. Pencegahan korupsi dan pendidikan antikorupsi di sekolah sudah seharusnya tidak sekedar himbauan dan ceramah dalam kelas. Oleh karena itu, terkait fenomena intimidasi terhadap pelapor pungli, ICW mendesak:

  1. Pemerintah dan pemerintah daerah mengevaluasi mekanisme penerimaan pengaduan dan tindak lanjut pengaduan pungli dan memberikan jaminan perlindungan terhadap pelapor atau saksi pungli atau korupsi. Meski pengaduan dapat dilakukan anonim, pada faktanya terlapor dan pihak yang memberi kesaksian rentan terdeteksi dan mendapat intimidasi. Upaya yang perlu dilakukan diantaranya::
    • Merahasiakan identitas pelapor;
    • Merahasiakan daftar saksi dan waktu pemeriksaan saksi atau pihak terkait;
    • Menonaktifkan terlapor pungli selama proses investigasi dugaan pungli berlangsung untuk mencegah dikeluarkannya keputusan yang akan merugikan terduga pelapor (pihak yang dicurigai sebagai pelapor oleh terlapor). 
  2. Pemerintah dan pemerintah daerah selaku pejabat pembina kepegawaian memberi sanksi berat terhadap jajaran birokrasi atau ASN yang melakukan upaya intimidasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesuai ketentuan yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN.
  3. Pemerintah Kota Bogor selaku pejabat pembina kepegawaian Kota Bogor memberikan sanksi lebih berat kepada kepala sekolah atau pejabat lain pelaku pungli yang juga mengeluarkan kebijakan yang intimidatif kepada terduga pelapor. Sebab, pejabat tersebut telah melakukan pelanggaran berlapis ketentuan pelanggaran berat dalam PP Disiplin ASN.

Di sisi lain, pencegahan dan penanganan yang efektif terkait pungli di sekolah perlu semakin menjadi prioritas Kemendikbudristek, pemerintah daerah, dan bahkan penegak hukum. Pungli dan beragam persoalan dalam PPDB adalah persoalan berulang yang diyakini akan berulang sepanjang kursi sekolah negeri masih tidak mencukupi peserta didik baru, sekolah swasta tidak bebas biaya, dan belum meratanya mutu atau kualitas sekolah. Sehingga, penanganan praktik curang tidak cukup. Perlu ada perbaikan sistem yang bermuara pada ketentuan yang ditetapkan Kemendikbudristek.

 

Jakarta, 18 September 2023

Indonesia Corruption Watch

 

Narahubung:

Almas Sjafrina

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan