Cabut dan Telusuri Pelanggaran Di Balik Penerbitan Izin Tambang di Raja Ampat!
Pemerintah mesti mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Gag Nikel lantaran diduga melabrak hukum. Aparat penegak hukum harus aktif menelusuri karena praktik pertambangan rentan korupsi.
Pemerintah telah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Izin tersebut dimiliki PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Nurham, dan PT Anugerah Surya Pratama. Namun, pemerintah tidak mencabut IUP milik PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam. Padahal, izin tersebut diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pulau Gag, tempat PT Gag Nikel beroperasi, adalah pulau kecil dengan luas sekitar 6.500 hektar. Pada tahun 2017, pemerintah memberi IUP pada PT Gag Nikel dengan luas konsesi 13.136 hektar, melebihi luasan Pulau Gag. Masalahnya, menurut UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pulau Gag merupakan pulau kecil. Dalam Pasal 23 ayat (2) UU 1/2014, aktivitas pertambangan tidak diperbolehkan dalam pulau kecil. Sehingga, keputusan untuk mengeluarkan izin tersebut perlu ditelusuri.
Penelusuran terhadap IUP di Raja Ampat penting karena sektor pertambangan rentan akan korupsi. Sepanjang 2019-2023, ICW mencatat sedikitnya 23 kasus korupsi pertambangan. Aparat penegak hukum menetapkan 74 orang sebagai tersangka. Dari kasus-kasus yang ditangani itu, negara merugi hingga Rp 12,59 triliun. Kemudian, nilai suapnya mencapai Rp104,3 miliar.
Pada tahun 2023, aparat penegak hukum menangani kasus korupsi pertambangan ore nikel pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam di Blok Mandiodo. Sejumlah aktor menjadi tersangka, termasuk bekas Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin dan bekas Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Sugeng Mujiyanto. General Manager PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Konawe Utara, Hendra Wijayanto ikut terlibat. Para aktor yang terlibat telah dijatuhi vonis oleh hakim.
Sebelumnya pada tahun 2018, KPK pernah menangani kasus korupsi pertambangan nikel yang melibatkan bekas Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Dia terbukti menerima gratifikasi hingga Rp22 miliar dan dihukum 15 tahun penjara. Dalam kasus itu, negara merugi hingga Rp4,32 triliun.
Kasus korupsi pertambangan umumnya melibatkan aktor pemerintah dan bisnis. Aktor bisnis memberi suap kepada pemerintah untuk mendapatkan izin. Izin-izin itu antara lain Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), hingga IUP. Di samping itu, penyalahgunaan anggaran, penggelapan, dan kegiatan fiktif kerap terjadi.
Korupsi dalam sektor pertambangan juga terjadi dalam bentuk state capture (perampasan negara). Perampasan ini terjadi ketika elit-elit politik, pengambil kebijakan, dan bisnis mengendalikan kebijakan pertambangan untuk memberikan keuntungan bagi mereka sendiri. Mirisnya, praktik perampasan ini dapat dilakukan tanpa harus menabrak ketentuan hukum.
Atas alasan-alasan di atas, aparat penegak hukum mesti menelusuri dugaan pelanggaran hukum dalam penerbitan izin di Raja Ampat. Aparat penegak hukum juga mesti menelusuri kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dalam tata kelola pertambangan di Raja Ampat. Lebih jauh, pemerintah sepatutnya segera mencabut IUP PT Gag Nikel. Setelah mencabut IUP tersebut, pemerintah mesti mengevaluasi praktik pertambangan di Indonesia secara holistik, dan tak segan untuk mencabut izin jika ditemukan pelanggaran.
Indonesia Corruption Watch
11 Juni 2025