Selamatkan KPK dari Upaya Pembusukan

KPKHari Senin 4 Mei 2009 ICW bersama Koalisi Penyelamat KPK melakukan Press Briefing di kantor KPK Jl Rasuna Said, terkait dengan kasus yang menimpa ketua [non aktif] KPK Antasari Azhar. Berikut press release tersebut.

Pernyataan Pers
Selamatkan KPK dari Upaya Pembusukan
Pemberantasan Korupsi Harus Lebih Maju

 
Penetapan Antasari Azhar (AA, mantan Ketua KPK) sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkarnain sudah diumumkan Kejaksaan Agung (1/5). Pengumuman tersebut didasarkan pada Surat Bareskrim Kepolisian yang meminta Kejaksaan untuk mencekal Antasari. Ia diduga berposisi sebagai intelectual dader dalam kasus tersebut. Akan tetapi, pihak pengacara keluarga membantah, karena Antasari masih dipanggil ke Polda Metro Jaya sebagai Saksi pada hari Senin (4/5).

ICW dan Koalisi mencoba tidak mempersoalkan perdebatan teknis status tersebut. Karena, prioritas saat ini adalah Penyelamatan KPK dari kepentingan pihak tertentu yang ingin menggunakan isu ini untuk Pembusukan KPK. Selain itu, sebenarnya dalam Hukum Acara Pidana, sangat mungkin seseorang berstatus tersangka meskipun dia menjadi saksi untuk tersangka/kasus lain.

Sikap empat pimpinan KPK, ketika menyambut penetapan tersangka tersebut dengan menon-aktifkan AA, patut diapresiasi. Hal itu merupakan penegasan dari sifat Kolektif kepemimpinan KPK, seperti diatur pada Pasal 21 ayat (5) UU KPK.

Meskipun Antasari menjabat sebagai Ketua KPK, masyarakat luas harus disadarkan bahwa KPK ≠ (tidak sama dengan) Antasari Azhar. Selain itu, UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, pada Pasal 32 ayat (2) mengatur secara tegas, bahwa ketika Pimpinan KPK menjadi tersangka suatu tindak pidana kejahatan, maka ia diberhentikan sementara dari jabatannya.

Selanjutnya, pada ayat (3) terdapat penegasan, Presiden harus mengeluarkan penetapan pemberhentian sementara tersebut. Poin ini dianggap sebagai perintah Undang-undang terhadap Presiden SBY untuk sesegera mungkin menerbitkan ketetapan. Karena, status hukum yang jelas bagi Pimpinan KPK akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan kerja KPK.

Selain itu, harus diakui, penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian ini tergolong fenomenal. Karena berani menjerat pimpinan dari sebuah lembaga yang dinilai paling berhasil dan keras memberantas korupsi, bahkan ditubuh Kepolisian, Kejaksaan dan DPR sekalipun. Atas dasar inilah, Polisi diminta harus konsisten menyelesaikan dan menjerat semua aktor/pelaku tanpa diskriminasi dan tawar menawar.

Akan tetapi, di sisi lain, potensi dimanfaatkannya fenomena ini untuk mendiskreditkan, delegitimasi atau bahkan membusukan KPK harus dilawan. Suara dari beberapa pihak yang mulai mengkampanyekan, hancurnya citra institusi ini karena penetapan tersangka Ketua KPK harus dilihat sebagai sesuatu yang tergesa-gesa, tidak dipertimbangkan secara matang atau mungkin diniatkan untuk merubuhkan Komisi ini.

ICW dan Koalisi memberi dukungan penuh pada KPK agar tidak terpengaruh dengan segala pandangan yang menempatkan KPK disisi hitam tersebut. Pasca pemberhentian/non-aktif Ketua KPK seharusnya menjadi babak baru untuk memberantas korupsi dengan lebih kuat, efektif dan menghancurkan kekuatan koruptor.

Perlu dipahami, kalaupun selama ini KPK cukup berhasil, hal itu bukan sepenuhnya karena Ketua KPK. Ada 4 pimpinan lainnya di KPK, dan ratusan pegawai. Sangat tidak adil jika keberhasilan KPK dilihat sebagai kinerja satu orang Ketua semata. Bahkan, ICW melihat, posisi AA justru berpotensi menghambat penuntasan beberapa kasus korupsi.

Seleksi Pimpinan KPK
Status tersangka dan pemberhentian ini juga tidak dapat dilepaskan dari Proses seleksi pimpinan KPK yang mengecewakan publik. Sekitar Juli-Oktober 2007 lalu, berdasarkan sejumlah temuan dari Rekam Jejak (Tracking), ICW dan sejumlah kalangan sudah meminta Panitia Seleksi dan DPR untuk tidak meloloskan Antasari Azhar. Akan tetapi, keputusan politik saat itu bahkan menempatkannya sebagai Ketua KPK. Isu suap terhadap fraksi tertentu bahkan mewarnai proses pemilihan tersebut.

Jika kontroversi proses seleksi tersebut benar, maka kejatuhan pimpinan yang dipilih tidak berdasarkan proses yang fair, terbuka dan bersih hanya soal waktu. Dengan kata lain, tragedi Ketua KPK tidak dapat dilepaskan dari sikap DPR yang hampir selalu dipertanyakan dalam setiap seleksi pejabat publik.

Dalam konteks hari ini, proses hukum yang dijalani mantan Ketua KPK tersebut haruslah dipahami sebagai salah satu cara ”membersihkan KPK”. Analoginya, ini adalah momentum ”cabut gigi”. Dalam artian, gigi yang busuk dan buruk harus dicabut. Dibuang. Kalaupun sedikit sakit, hal itu tetap untuk kebaikan yang lebih besar. Proses hukum yang fair dan benar akan semakin membersihkan dan menguatkan KPK.

Atas dasar itulah, ICW dan koalisi berharap 4 pimpinan yang tersisa bisa bekerja lebih keras, independen dan lebih kuat menuntaskan kasus-kasus besar yang terhambat di era Ketua KPK, Antasari Azhar. Dugaan Suap yang diduga melibatkan sejumlah elit partai dalam kasus Agus Chondro; korupsi BLBI yang merugikan negara puluhan triliunan rupiah; kasus suap BLBI-BDNI Urip Tri Gunawan-Artalyta yang diindikasikan melibatkan pejabat Kejaksaan Agung, dan kasus penting lainnya seharunya bisa diselesaikan dengan baik di babak baru KPK tersebut.

Semua hal diatas akan menjadi lebih baik, jika 4 pimpinan KPK segera menegaskan pada publik akan serius menangani kasus-kasus korupsi strategis, tidak berlindung dibalik strategi pencegahan semata, sembari terus membenahi dan mengawasi perilaku internal KPK sendiri. Masyarakat tidak ingin KPK dibunuh. Karena institusi ini sangat penting untuk membersihkan perilaku korup elit bangsa yang sangat merugikan rakyat Indonesia. Secara institusional, menyelamatkan KPK adalah harga mati.

Dalam penyikapan ini, kami meminta:

  1. 4 Pimpinan KPK untuk memberantas korupsi dengan lebih tegas, konsisten dan tidak tebang pilih.
  2. Kepolisian mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dan membuka informasi motif pembunuhan yang sebenarnya.
  3. Berdasarkan Penetapan Tersangka, Kepolisian segera menahan AA.
  4. Segenap masyarakat untuk tetap mendukung secara moril Pemberantasan Korupsi yang dilakukan KPK, dan mengecam pihak-pihak yang melakukan Pembusukan terhadap KPK.

Jakarta, 2 Mei 2009

Indonesia Corruption Watch

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan