Sederet Langkah Progresif KPU

Foto: FaktualNews.co
Foto: FaktualNews.co

Pemilihan umum (pemilu) yang berkualitas ditentukan oleh penyelenggara yang berkualitas pula. Hal itulah yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak tahun lalu untuk mempersiapkan pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu pertama yang dilakukan secara serentak untuk memilih presiden-wakil presiden beserta para anggota legislatif. Jadi, pada 17 April 2019, rakyat yang memiliki hak pilih akan memilih sepasang presiden dan wakil presiden, 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota/Kabupaten.

Tentu bukan hal mudah memastikan tahapan pemilu dan kampanye berjalan secara ideal. Ada banyak aturan dan informasi yang harus disosialisasikan dan dipatuhi. Tak jarang perlawanan dihadapi KPU terutama dari partai politik, salah satunya ketika KPU mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018, yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislatif (caleg). PKPU ini ditentang oleh para caleg dari berbagai partai politik, DPR, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan akhirnya memang PKPU ini dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Meskipun dibatalkan, KPU tak surut dalam membangun moralitas politik dalam pemilu. Itulah sebabnya pada akhir Januari 2019, KPU mengumumkan secara resmi daftar nama caleg eks napi kasus korupsi. Ada sekitar 49 caleg eks napi kasus korupsi yang diumumkan, dimana angka ini dipastikan akan bertambah seiring pencocokan data caleg eks napi kasus korupsi ke KPU Daerah.

Selain itu, KPU juga akan mengumumkan caleg yang enggan membuka data riwayat hidupnya untuk mendorong para caleg lebih transparan dalam menunjukkan rekam jejaknya dan menghindarkan para memilih memilih kucing dalam karung. Langkah ini dinilai sangat tepat karena berdasarkan catatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), ada 2.043 dari 7.992 caleg yang tidak bersedia data dirinya dibuka. Tiga partai dengan angka tertinggi caleg yang tidak bersedia membuka data dirinya adalah Demokrat, Hanura, dan PKPI.

Berbagai upaya KPU untuk membangun pemilu yang lebih berintegritas dan bermoral memang terus mendapatkan perlawanan. Langkah progresif itu harus terus dilanjutkan demi keadilan rakyat dan masa depan bangsa yang lebih sejahtera. (Dewi/Agus)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags