Penertiban Rekening Liar Pemerintah

Departemen Keuangan kembali melontarkan data yang mengejutkan. Ternyata terdapat temuan tambahan 2.000 rekening liar di pemerintah, yang menambah temuan sebelumnya pada 2006 sebanyak 3.192 rekening liar.

Ini berarti terdapat total 5.192 rekening liar di departemen dan lembaga pemerintah. Sungguh angka yang fantastis! Pertumbuhan rekening liar kian bertambah dari tahun ke tahun, menunjukkan tidak adanya perhatian serius dari pemerintah untuk menertibkannya. Atau mungkin saja sengaja dibiarkan. Dipelihara. Tapi untuk apa? Dan untuk siapa?

Seperti pemungut sampah anggaran yang telaten, Departemen Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seakan berlomba mencacah bejibunnya rekening liar di pemerintahan. Tentu ada maksudnya. Siapa pun tak mau pekarangannya dikotori semak belukar dan sampah. Meski menancap dalam dan diselingi bau tak sedap, semak harus diangkat dan kalau bisa dibersihkan hingga akar-akarnya. Disemprot dengan antihama agar tak tumbuh lagi tunas yang baru.

Rekening liar
Dalam temuan pemeriksaan sistem pengendalian internal atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2004, BPK menemukan 277 rekening pemerintah dengan nilai Rp 3,5 triliun di Bank Indonesia yang tidak ikut disajikan di dalam LKPP. Hal yang sama juga ditemukan di bank umum pemerintah sebanyak 29 rekening dengan nilai Rp 13,5 triliun. Masih pada dokumen yang sama, juga disebutkan terdapat 651 rekening pemerintah di bank umum pemerintah senilai Rp 3,4 triliun yang tidak ikut disajikan dalam LKPP. Atas temuan-temuan ini, BPK kemudian mempertanyakan transparansi pengelolaan rekening-rekening ini. Karena tidak disertakan dalam laporan keuangan, berarti laporan itu dapat dipandang tidak mewakili keadaan posisi keuangan pemerintah yang sebenarnya, atau belum begitu jujur apa adanya.

Nilai kejujuran yang rendah dalam laporan juga tecermin dalam hasil pemeriksaan yang sama atas LKPP 2005. Dalam penjelasan atas temuannya, BPK menyebutkan angka pertambahan rekening liar yang melompat hingga dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. BPK menemukan 680 rekening giro atas nama pejabat pemerintah dengan nilai mencapai Rp 7,2 triliun di bank umum. Selain itu, BPK juga menemukan 623 rekening deposito milik pemerintah di bank umum senilai Rp 1,3 triliun. Kedua jenis rekening sama tidak dicatatkan di dalam neraca pemerintah pusat per 31 Desember 2005.

Total temuan BPK yang lebih besar dari tahun ke tahun ini sangat mengecewakan. Alih-alih menurun jumlahnya, malah berkembang biak bak kecambah di musim hujan. Kekecewaan ini juga tersurat di dalam penjelasan BPK. Meski telah diminta ditertibkan lewat Departemen Keuangan, terutama rekening pemerintah di bank umum lewat hasil pemeriksaan LKPP 2004, temuan yang sama tetap muncul dalam LKPP 2005. Yang sangat mengkhawatirkan, selain melaporkan rekening dalam bentuk giro, juga muncul rekening dalam bentuk deposito sebesar lebih dari satu triliun. Ada apa sebenarnya? Apakah memang rekening-rekening itu sengaja diparkir untuk mendapat laba bagi sang pemegang rekening? Untuk siapa? Untuk negara atau untuk pribadi?

Penyebaran
Hasil konfirmasi yang dilakukan BPK terhadap 88 bank umum menemukan bahwa rekening-rekening ini setidaknya diparkir di 63 bank dan atas nama pejabat dari 34 kementerian. Untuk rekening giro, kepolisian memecahkan rekor dengan 108 rekening dan jumlah Rp 105 miliar, disusul Departemen Pertahanan dengan 96 rekening dan jumlah Rp 1,8 triliun. Disusul kemudian oleh Departemen Keuangan dengan 88 rekening dengan nilai Rp 1 triliun, dan Departemen Agama 75 rekening senilai Rp 2,8 triliun. Angka-angka ini kurang-lebih berbanding lurus dengan alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara terhadap instansi bersangkutan. Atau dapat dikatakan, semakin besar alokasi anggaran, semakin banyak rekening liar yang muncul.

Kerisauan BPK akan lambatnya pembenahan rekening liar di departemen ternyata juga dapat dijawab dari besarnya penyebaran rekening liar ini. Departemen Keuangan, sebagai pihak yang seharusnya menertibkan anggaran dan rekening liar, ternyata masuk dalam peringkat tiga terbanyak. Departemen Keuangan juga memegang rekor untuk jumlah rekening deposito, yaitu 172 rekening dengan nilai Rp 64 miliar, berada di bawah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan jumlah 198 rekening deposito. Seakan sulit membenahi banyaknya rekening liar di pemerintah jika Departemen Keuangan sebagai yang paling bertanggung jawab atas tertibnya laku anggaran justru belum bisa menertibkan dirinya sendiri.

Penertiban
Penyebab utama terbentuknya rekening liar di pemerintah dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, tidak dapat dimungkiri ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem administrasi keuangan negara yang belum sepenuhnya transparan dan akuntabel. Kedua, memang ada pihak-pihak, terutama penguasa anggaran di setiap satuan kerja pemerintah (departemen dan lembaga pemerintah), yang sengaja memancing di air keruh. Kasus kedua sudah banyak terungkap seperti penyelewengan anggaran Dana Abadi Umat di Departemen Agama dan dana taktis di Departemen Kelautan dan Perikanan.

Terhadap rekening liar, pemerintah harus mengambil langkah penertiban yang tegas. Hal ini karena ketidakjelasan rekening-rekening ini--menjadi bagian dari keuangan negara atau bukan. Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang akan menutup semua rekening liar di 23 departemen, patut disambut baik. Hal ini telah disambut juga oleh BPK, yang menyatakan bersedia melakukan audit khusus atas rekening-rekening tersebut. Hanya, itikad baik untuk membuat perubahan ini harus didukung oleh kemauan politik yang cukup kuat dari pemerintah Yudhoyono-Kalla dan DPR. Salah satu hal konkret yang dapat dilakukan adalah meminta Bank Indonesia menghilangkan hambatan terhadap pemeriksaan rekening bank (Peraturan BI Nomor 2/19/PBI/2000 tentang izin membuka rahasia bank) oleh BPK.

Ibrahim Fahmy Badoh, Manajer Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch

Tulisan ini disalin dari Koran Tempo, 8 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan