Menunggu Realisasi Janji Kapolri

SAYA sempat bertemu dengan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri tiga hari sebelum dia dilantik di Istana Negara. Saat itu, di ruang kerjanya di Bareskrim Mabes Polri, saya bertanya, ''Kenapa Pak Bambang dipilih Presiden SBY sebagai orang nomor satu di tubuh kepolisian?'' Dia tidak langsung menjawab.

Seperti biasanya, perwira tinggi polisi yang murah senyum itu justru tertawa. Lalu, saya jawab sendiri pertanyaan tersebut. ''Pak Bambang terpilih menjadi Kapolri karena orang Jawa,'' kata saya dengan nada berkelakar. Saya beralasan karena saat itu Bambang memang satu-satunya stok bintang tiga (komjen) polisi yang orang ''Jawa asli''. Yang lain berasal dari luar Jawa. Mereka adalah Wakapolri Makbul Padmanagara (Sunda), Kababinkam Iman Haryatna (Sunda), Kalakhar BNN Made Mangku Pastika (Bali), dan Irwasum Yusuf Manggabarani (Makassar). Bambang waktu itu menjabat Kabareskrim.

Kapolri Bambang Hendarso tidak tersinggung oleh pertanyaan saya itu karena dia tahu hanya kelakar. ''Saya bekerja dengan profesional. Presiden pasti punya pertimbangan sendiri memilih saya,'' jawab Bambang kemudian.

Memang, Presiden SBY tidak memilih Bambang karena semata-mata dia wong Jowo. SBY pasti memilih Bambang dengan pertimbangan kapasitas dan kapabilitasnya yang sudah teruji dan tidak diragukan lagi. Banyak prestasi telah diukir Bambang, baik sebelum maupun sesudah menjadi Kabareskrim yang akhirnya terpilih menjadi TB-1 (Tri Brata 1/ sebutan Kapolri).

***

Sejak dilantik presiden pada 30 September 2008, kini Bambang sudah 9 bulan memimpin korps baju cokelat itu. Apa benar Bambang memang professional, serta apa saja yang sudah dan belum dilakukan suami Nanny Hartiningsih tersebut?

Publik yang tahu dan bisa menilai. Yang jelas, ketika menjalani fit and proper test di hadapan anggota Komisi III DPR, dia pernah berjanji akan mengakselerasi transformasi Polri menuju Polri mandiri, profesional, dan dipercaya masyarakat.

Saat menyampaikan visi dan misinya itu, dia menegaskan bahwa polisi harus melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Salah satu caranya ialah memperbaiki SDM. Trust building ditarget pada 2010.

Dia juga berjanji menegakkan disiplin dan tindakan tegas kepada anak buahnya. Bahkan, anggota polisi yang melakukan pembiaran (pidana) akan ditindak tim operasi bersih. Dia bakal membuka hotline untuk warga masyarakat yang akan mengadukan kinerja polisi yang dianggap tidak patut. Tak hanya itu, dia menegaskan bahwa polisi akan netral dan tidak berpihak dalam Pemilu 2009.

Yang lain, mantan Direskrim Polda Jatim itu mengatakan akan melanjutkan program prioritas Kapolri Sutanto, seperti pemberantasan judi, narkotika, terorisme, korupsi, dan illegal logging. Menurut dia, tak harus ganti pimpinan lalu ganti visi, misi, dan program karena organisasi (akan) mengalami discontinuity. Dia menyampaikan visi-misi sesuai dengan perumusan grand strategy Polri 2005-2025.

Saya yakin, Kapolri yang biasa dipanggil BHD itu kini berusaha sangat keras merealisasikan janji-janji manisnya tersebut. Misalnya, Mabes Polri telah menetapkan empat program unggulan sebagai quick win dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Keempat program unggulan tersebut adalah quick response patroli samapta; transparansi pelayanan SIM, STNK, dan BPKB; transparansi pelayanan penyidikan; serta transparansi rekrutmen polisi.

Untuk meningkatkan pelayanan pengurusan SIM, hari ini tepat ulang tahun Bhayangkara 1 Juli, polisi me-launching pembayaran melalui ATM BRI. Selain itu, semakin banyak polisi baik diberi kepercayaan pada pos-pos strategis. Di antaranya, Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bahrul Alam, Kapolda Jateng Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo, dan Kadiv Propam Irjen Pol Oegroseno.

Meski begitu, penyimpangan perilaku, kasus-kasus warisan masa lalu, hingga masalah gaji yang dinilai masih kurang ideal, tampaknya, masih menjadi masalah dan pekerjaan rumah institusi penegak hukum itu. Bahkan, saya mencatat ada dua kasus penting yang masih menjadi utang besar polisi. Yakni, kasus rekening mencurigakan milik 15 perwira polisi yang ditemukan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan) pada Agustus 2005. Dua belas di antara 15 rekening itu milik perwira tinggi polisi. Sedangkan tiga rekening lainnya milik perwira menengah berpangkat kombespol. Isi rekening mereka dinilai tidak wajar karena jumlahnya sangat besar (mencapai miliaran rupiah).

Kasus lain di internal polisi yang juga pernah terdengar menghebohkan adalah kasus dugaan korupsi dalam pengadaan jaringan komunikasi (jarkom) dan alat komunikasi (alkom) di Polri senilai ratusan miliar rupiah. Mabes Polri memang pernah menahan dua bos PT Chandra Eka Karya Pratama Henry Siahaan dan Santo yang mengerjakan proyek tersebut. Namun, belum ada petinggi polisi yang diduga terlibat ikut diproses hukum.

Kedua kasus itu tiba-tiba lenyap. Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari Polri mengenai nasib kedua kasus tersebut. Jika tidak terbukti, semestinya diumumkan kepada publik. Sebaliknya, jika memang terbukti, Polri seharusnya juga segera memproses secara hukum para tersangka.

Kedua kasus tersebut akan menjadi batu ujian bagi Kapolri. Apakah Kapolri berani atau tidak menuntaskan kasus yang melibatkan para koleganya itu?

Peringatan Ke-63 Hari Bhayangkara ini seyogianya menjadi momentum bagi polisi untuk terus-menerus memperbaiki diri. (*)

Imam Syafi'i , Pemimpin Redaksi JTV

Tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 2 Juli 2009 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan