Membangun Keteladanan dalam Memerangi Korupsi

Sambutan Kemitraan dalam Penandatanganan Nota Kesepahaman NU-Muhammadiyah-Kemitraan

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Salam sejahtera kami sampaikan kepada seluruh hadirin yang telah hadir dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman NU - Muhammadiyah - Kemitraan dalam Mengarusutamakan Tata Pemerintahan yang Baik ini. Salam hormat kami sampaikan pula kepada Bapak KH A Hasyim Muzadi dan Bapak Prof. A Syafii Maarif, para duta besar, serta para undangan lainya.

Kami sangat bergembira bahwa Kemitraan diberi kepercayaan untuk mendukung inisiatif NU dan Muhammadiyah dalam memunculkan harapan baru bagi pembaharuan tata pemerintahan ini. Kemitraan sebagai lembaga yang mentransformasikan prioritas reformasi tata pemerintahan Indonesia dengan dukungan dana masyarakat Internasional tentu melihat kepercayaan ini harus dijaga sebaik-baiknya.

Hadirin sekalian,

Korupsi saat ini menjalar di hampir semua urat nadi kehidupan kita. Meski ada beberapa berita gembira tentang islands of integrity, pulau-pulau kecil dimana integritas masih terjaga kuat, daya pengaruhnya masih belum bisa mendobrak tembok hitam tebal Korupsi yang angkuh ini.

Kita patut bersyukur bahwa salah satu penerima Bung Hatta Anti Corruption Award beberapa waktu yang lalu adalah hakim Syamsul Qomar dari Pengadilan Negeri Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam yang sampai saat ini masih bergolak. Kita seringkali tidak menyadari bahwa masalah NAD sebagian besar diakibatkan karena korupsi dan konflik bersenjata lestari sampai saat ini juga karena korupsi. Korupsi yang secara sistematis dilakukan oleh para elit pusat yang berkolaborasi dengan elit daerah itulah yang membuat sumber daya alam Aceh tereksploitasi berlebihan sehingga menyisakan sedikit kemaslahatan bagi rakyat Aceh. Pesannya akhirnya tertangkap masyarakat Aceh dengan jelas, korupsi dan berbagai ketidakadilan ini hanya bisa dikurangi dengan memerangi mereka yang korup yang kemudian berkembang menjadi perlawanan terhadap simbol-simbol negara. Jika kita tidak menginginkan hal ini terus berlanjut, integritas semacam hakim Syamsul Qomar inilah yang layak ditiru oleh para pemimpin kita.

Oleh karena itu langkah yang perlu diambil untuk menyelesaikan kita adalah menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan menjalankan pemerintahan tanpa korupsi sehingga apa yang menjadi hak masyarakat benar-benar diterima oleh masyarakat.

Hadirin sekalian,

Keteladanan. Barangkali ini sesuatu yang sangat benar-benar langka di negeri ini. Kita mempunyai pemimpin yang merangkak dari bawah. Pemimpin yang teruji dalam panasnya pergolakan politik dan korupsi Orde Baru. Tetapi sayangnya ketika dihadapkan pada ujian sebenarnya memimpin negeri ini, pemimpin kita akhirnya hanya pandai berkeluh-kesah, tidak menyadari bahwa tindakan akan lebih bermakna bagi rakyat dari pada keluh-kesah. Karena itu pula, sudah saatnya kita menarik garis tegas dari pemimpin yang lamban mengambil tindakan.

Pada tahun 2001, Kemitraan menyelenggarakan Survey Nasional Korupsi. Salah satu hasil yang menggembirakan adalah organisasi dan lembaga keagamaan dipersepsikan masyarakat sebagai yang paling berintegritas. Sebaliknya lembaga peradilan, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, dipersepsikan masyarakat sebagai paling ticlak berintegritas. Hal ini menggambarkan bahwa langkanya keteladanan dalam kepemimpinan nasional ini dapat ditolong jika pemimpin organisasi dan lembaga keagamaan ini dapat turun langsung ke lapangan, memimpin perlawanan terhadap korupsi.

Banyak hal yang bisa dilakukan bersama untuk membangun keteladanan. NU dan Muhammadiyah sebagai kekuatan moral yang sangat besar dapat melibatkan khalayak ramai dalam gerakan sosial melawan korupsi di semua tingkatan. Melihat momentum yang ada, dimana kita akan menghadapi Pemilu, gerakan ini dapat mendesakkan partai politik untuk menjadikan anti korupsi sebagai platformnya. Tentu ini bukan pekerjaan yang mudah, karena tawar menawar politik dan uang banyak bermain disini. Tetapi dengan integritas dan pengaruh NU dan Muhammadiyah, diharapkan pula dapat mengkampanyekan agar pemilih memilih calon dan partai yang berkomitmen anti korupsi.

Kemudian NU dan Muhammadiyah diharapkan dapat pula melibatkan warga organisasinya dalam gerakan sosial melawan korupsi ini. Dengan kekuatan ini, kita dapat melihat betapa besar potensi perlawanan terhadap kowpsi ini. Sementara itu untuk bisa menjalankan kentaraan besar ini, NU dan Muhammadiyah patut juga melakukan berbagai upaya untuk untuk mengimplementasikan nilai anti korupsi dan tata pemerintahan yang baik dalam manajemen organisasinya. Khotbah tentang anti korupsi kepada pihak luar tentu harus dibarengi dengan upaya serupa ke dalam.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita bersama NU dan Muhammadiyah merapatkan shof, berjamaah dalam memerangi korupsi di negeri ini. Semoga lingkaran pengaruh kecil dengan dua than ini dapat menjadi sebuah gerakan sosial yang maha dahsyat. Menjadi tornado yang mampu memporakporandakan pondasi korupsi yang berurat berakar di negeri ini.

Gerakan ini patut bersanding dengan upaya melawan korupsi lain, seperti proses pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang sedang berlangsung. Kemitraan tentu berkomitmen untuk terus mendukung proses pembaharuan tata pemerintahan ini.

Terima kasih.
Wassalamualakum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Jakarta, 13 Oktober 2003

Naimah Hasan, Anggota Dewan Eksekutif Kemitraan

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan