KPK Harus Ambil Alih Dugaan Korupsi

Jum'at 8 Januari 2010 ICW melaporkan kasus dugaan korupsi dana taktis di KBRI Bangkok Thailand ke KPK. Perkara dugaan korupsi Penyimpangan Penggunaan Sisa Dana KBRI Bangkok saat ini masih dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Hal ini dapat dilihat dari Surat Perintah Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-60/F.2/Fd.1/07/2009 tanggal 15 Juli 2009 dan Nomor: Print-77/F.2/Fd.1/10/2009 tanggal 2 Oktober 2009, Nomor : Print-78/F.2/Fd.1/10/2009 tanggal 2 Oktober 2009. Pihak Kejaksaan Agung telah melakukan sejumlah pemeriksaan terhadap sedikitnya 30 orang saksi yang terdiri dari pejabat dan pegawai dilingkungan Departemen Luar Negeri khususnya dilingkungan KBRI Bangkok Thailand. Kejaksaan juga telah menetapkan 3 (tiga) orang sebagai tersangka yaitu Muhammad Hatta (Duta Besar), Djumantoro Purbo (Wakil Duta Besar) dan Suhaeni (Bendahara KBRI).  Selain itu, juga disita uang USD 35 ribu dan 3,22 juta Baht (Rp 1,5 miliar), serta beberapa dokumen. Di antaranya, dokumen DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) tahun anggaran 2008-2009 dan tanda bukti pengeluaran tahun 2008-2009. Ketika proses penyidikan masih berlangsung, salah satu tersangka yaitu Muhammad Hatta telah mengembalilkan kerugian negara sebesar Rp 1,2 miliar. Namun dalam perkembangannya, muncul indikasi adanya upaya untuk Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan perkara korupsi tersebut. Perkara tersebut nantinya akan diarahkan pada persoalan administratif semata. Berikut adalah press release dan laporan kasus yang disusun oleh ICW...

Pernyataan Pers

KPK HARUS AMBIL ALIH

DUGAAN KORUPSI ”DANA TAKTIS” DI KBRI BANGKOK THAILAND

 

Posisi Perkara

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok Thailand pada tahun 2008 mendapatkan alokasi anggaran DIPA dari Departemen Luar Negeri sebesar Rp. 41.000.000.000,00. Alokasi tersebut akan digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang dan pemeliharaan.

Selama tahun berjalan, anggaran yang telah terealisasi hingga tanggal 30 November 2008 sebesar  Rp. 32 milyar. Dengan demikian masih ada sekitar 9  milliar anggaran yang belum terserap dengan rincian 2 milliar berasal dari belanja pegawai dan Rp. 7 milliar berasal dari belanja rutin.

Kemudian berdasarkan catatan arus kas hingga bulan desember 2008 masih terdapat sisa anggaran yang belum digunakan sebesar Rp. 7 milliar. Sejatinya sisa anggaran tersebut seluruhnya harus dikembalikan kepada kas negara karena peraturan Dirjen Anggaran No Per 47/PB/2008 mengatur kewajiban pengembalian tersebut.

Namun menurut hasil penelusuran Indonesia Corruption Watch, anggaran yang disetorkan kembali ke kas negara hanya sebesar US$ 520 atau Equivalen dengan Rp. 5,2 Milliar. Sehingga ada sisi anggaran DIPA ± Rp. 1,8 milliar yang tidak disetorkan KBRI Bangkok.    

Menurut kajian dan analisis ICW terhadap kronologis kasus tersebut, kami menemukan beberapa indikasi penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

Dugaan Korupsi

Berdasarkan kajian dan analisis terhadap dugaan korupsi Sisa Dana DIPA Sebesar ± Rp. 1,8 miliar dilakukan dengan dua modus diantaranya:

 

a. Merekayasa Pemberian honor/tunjangan beberapa kegiatan

Pasal 8 Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor: Per-47/PB/2008 tanggal 30 Oktober 2008 tentang langkah-langkah dalam menghadapi akhir tahun anggaran, , dengan jelas menyatakan bahwa “Sisa dana UP tahun anggaran berkenaan yang masih berada pada Kas Bendahara (baik tunai maupun yang masih ada di dalam rekening bank/pos) oleh Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan harus disetorkan kembali ke Kas Negara pada Bank Persepsi/Pos Persepsi paling lambat 2(dua) hari kerja sebelum akhir tahun anggaran”.

Pada prakteknya peraturan tersebut tidak sepenuhnya dilakukan karena sisa anggaran sebesar Rp 7 milliar tidak juga sepenuhnya disetor kepada Kas Negara. Paling tidak sebesar ± Rp. 1,8 Milliar tetap dipertahankan di Kas KBRI.

Upaya mempertahankan sisa anggaran tersebut dilakukan dengan rekayasa seolah-olah ada pembiayaan kegiatan/pemberian honor namun sebenarnya lebih banyak sisa dana digunakan untuk kepentingan membiayai dana taktis duta besar. Kemudian waktu penetapan pembiayaan dihitung mundur sehingga seolah-olah tidak melewati tenggat waktu pengembalian ke kas negara.

Item Kegiatan yang dibiayai antara lain, Membiayai seperti Penanganan WNI Terlantar dan Indonesian Day, pembayaran Tunjangan Kemahalan untuk local staff dan Guru SIB, KTT ASEAN di Chiangmai, Hua Hin dan Pattaya.

 

b. Pemotongan Dana dan Sisa Anggaran untuk Dana Taktis Duta Besar

Keputusan Duta Besar Thailand untuk membiayai kegiatan atau membayar honor panitia ternyata tidak sepenuhnya benar karena pada prakteknya dana untuk pembiayaan tersebut dipotong dengan alasan kepentingan dana taktis Duta Besar.

 

Pemotongan biaya untuk kepentingan dana Taktis tersebut antara lain ;

1.     

Tunjangan Kemahalan untuk 6 (enam) bulan (75.000 baht untuk local staff), kenyataannya hanya dibayarkan 25.000 baht untuk staf local WNI dan 20.000 baht untuk Guru SIB untuk dua bulan pembayaran

2.     

Pembayaran honor panitia Penyelenggara Indonesia Day sebesar    78.000 baht  tersebut,    yang direalisasikan/dibayarkan kepada penerima hanya sebesar 20.000 baht

3.     

Pembayaran honor panitia Satuan Tugas Penanggulangan Masalah WNI yang Tertahan/Terjebak di Bangkok – Thailand tanggal 25 November s/d 6 Desember 2008 sebesar 126.000 baht. Ternayat yang direalisasikan/dibayarkan sebesar 20.000 baht

4.     

Sisa mata anggaran Pemeliharaan Gedung, dan Pemeliharaan Mesin sebesar  2.002.500,00 Bath disetorkan untuk dana taktis Dubes

5.     

Sisa anggaran pengadaan pakaian seragam yang berhasil dikumpul dari rekanan sebesar 160,418,- Baht untuk dana taktis dan saldo dalam US$ sejumlah 2.485 Dolar digunakan untuk membiayai kepergian dubes ke Jakarta

6.     

Sisa anggaran pemeliharaan kendaraan yang diterima dari rekanan sejumlah 113.130.00 Bath untuk dana taktis Dubes

7.     

Sisa anggaran KTT ASEAN di Chiang Mai, KTT ASEAN di Hua Hin dan KTT AEAN di Pattaya untuk dana taktis Dubes

 

Potensi Kerugian Negara

Berdasarkan analisis dan perhitungan terhadap seluruh anggaran KBRI Bangkok pada tahun 2008, maka terdapat indikasi potensi kerugian negara sebesar Rp. 1.800.000.000,00 (Satu Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah). Dari total kerugian negara tersebut sebanyak Rp. 1.636.219.251,00 (Satu Miliar Enam Ratus Tiga Puluh Enam Juta Dua Ratus Sembilan Belas Ribu Dua Ratus Lima Puluh Satu Rupiah) digunakan sebagai dana Taktis Dubes.

 

Perkembangan

Perkara dugaan korupsi Penyimpangan Penggunaan Sisa Dana KBRI Bangkok saat ini masih dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Hal ini dapat dilihat dari Surat Perintah Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : Print-60/F.2/Fd.1/07/2009 tanggal 15 Juli 2009 dan Nomor : Print-77/F.2/Fd.1/10/2009 tanggal 2 Oktober 2009, Nomor : Print-78/F.2/Fd.1/10/2009 tanggal 2 Oktober 2009.

 

Pihak Kejaksaan Agung telah melakukan sejumlah pemeriksaan terhadap sedikitnya 30 orang saksi yang terdiri dari pejabat dan pegawai dilingkungan Departemen Luar Negeri khususnya dilingkungan KBRI Bangkok Thailand. Kejaksaan juga telah menetapkan 3 (tiga) orang sebagai tersangka yaitu Muhammad Hatta (Duta Besar), Djumantoro Purbo (Wakil Duta Besar) dan Suhaeni (Bendahara KBRI).

 

Selain itu, juga disita uang USD 35 ribu dan 3,22 juta Baht (Rp 1,5 miliar), serta beberapa dokumen. Di antaranya, dokumen DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) tahun anggaran 2008-2009 dan tanda bukti pengeluaran tahun 2008-2009. Ketika proses penyidikan masih berlangsung, salah satu tersangka yaitu Muhammad Hatta telah mengembalilkan kerugian negara sebesar Rp 1,2 miliar.

 

Namun dalam perkembangannya, muncul indikasi adanya upaya untuk Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan perkara korupsi tersebut. Perkara tersebut nantinya akan diarahkan pada persoalan administrative semata.

 

Kesimpulan

Dari fakta-fakta yang ada, analisa hukum dan dokumen yang dapat dikumpulkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1.     

Telah adanya bukti permulaan yang cukup keterlibatan beberapa pihak dalam perkara korupsi Penyimpangan Penggunaan Sisa Dana KBRI Bangkok Tahun Anggaran 2008 yang menyebabkan kerugian negara sedikitnya Rp 1,8 milar.

2.     

Penyimpangan yang terjadi di KBRI Bangkok merupakan bentuk tindak pidana korupsi dan bukan kesalahan administrasi belaka 

3.     

Pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh tersangka dalam perkara ini tidak menghapuskan pidana yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 yaitu Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana”.

 

Rekomendasi

Berdasarkan uraian diatas maka kami meminta Komisi Pemberantasan Korupsi:

1.     

Melakukan supervisi terhadap Kejaksaan Agung yang saat ini melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi Penyimpangan Penggunaan Sisa Dana KBRI Bangkok.

2.     

Menggunakan mekanisme yang diatur dalam Keputusan Bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP- 1 11212005 /Nomor: KEP- IAIJ.A11212005 tentang kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kejaksaan Republik Indonesia dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal 12 Keputusan Bersama tersebut menyebutkan dalam hal supervisi:

a.     

KPK dapat meminta laporan kemajuan penanganan perkara dan/atau menyelenggarakan gelar perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani atau telah dihendkan penyidikan atau penuntutannya atau perkara lain yang diserahkan oleh KPK untuk dilakukan penyidikan/penuntutan.

b.     

Dalam hal gelar perkara tindak pidana korupsi yang diminta oleh KPK diselenggarakan di Kejaksaan Na-geri/Kejaksaan Tinggi, KPK dapat juga meminta keikutsertaan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus atau unsur Kejaksaan Agung lainnya untuk hadir dalam gelar perkara itu.

c.      

KPK dapat mengambilalih penyidikan dan penuntutan perkara sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b setelah dilakukan gelar perkara bersama.

3.     

Menuntaskan perkara korupsi yang terjadi disejumlah KBRI diluar negeri yang selama ini ditangani oleh KPK. Salah satunya adalah dugaan korupsi di KBRI Singapura. KPK saat ini hanya menjerat mantan Dubes Slamet Hidayat dan Bendahara Erizal. Padahal fakta-fakta dalam proses pemeriksaan dan persidangan menunjukkan adanya dugaan kuat keterlibatan sejumlah pejabat di Departemen Luar Negeri. Dugaan korupsi pungli di KBRI Tokyo senilai Rp 11,1 miliar yang pernah dilaporkan oleh Menteri Luar Negeri kepada KPK pada tahun 2006 juga tidak jelas perkembangannya.

 

4.     

Mendorong Departemen Luar Negeri untuk melakukan reformasi birokrasi dan upaya pencegahan praktek korupsi yang terjadi di jajaran Departemen Luar Negeri termasuk didalamnya perwakilan repubik Indonesia dibeberapa negara diseluruh dunia. 

 

Jakarta, 8 Januari 2010

Indonesia Corruption Watch

 

unduh disini laporan kasusnya...

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan