KPK Ancam Ambil Alih Kasus Korupsi DPRD; Lebih dari 620 Kasus Masuk ke Meja KPK [04/08/04]

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam akan mengambil alih penanganan dan pengusutan atas kasus dugaan tindak pidana korupsi APBD yang dilakukan para anggota DPRD di sejumlah daerah di Tanah Air.

Pengambilalihan itu dilakukan jika proses penyelidikan dan pengusutan kepolisian dan aparat kejaksaan di daerah berlarut-larut.

Ancaman itu disampaikan Wakil Ketua KPK Erry Riyana ketika ditemui wartawan seusai berbicara dalam Roadshow Membangun Kebersamaan Dunia Usaha Melawan Suap yang diselenggarakan Transparency International Indonesia di Semarang, Selasa (3/8).

Erry Riyana mengatakan, saat ini terdapat lebih dari 620 laporan kasus dugaan penyelewengan dan korupsi APBD yang dilakukan oleh anggota DPRD, baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, dari seluruh daerah di Tanah Air, yang diterima KPK dari berbagai LSM.

Ratusan laporan itu akan kami kaji dan pelajari sejauh mana indikasi korupsinya. Jika ditemukan indikasi korupsi, langkah kami pertama-tama menanyakan kepada penyidik di kejaksaan atau pun kepolisian setempat. Sejauhmana pengusutan dan penanganan atas kasus yang dilaporkan kepada kami. Jika sudah ditangani, mengapa terlambat.

Jika berlarut-larut, kami bisa saja melakukan pengusutan sendiri dengan atau tanpa bantuan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), kejaksaan atau kepolisian, tegas Erry.

Dia enggan mengomentari kendala yang membuat aparat kejaksaan dan kepolisian di hampir seluruh daerah di Tanah Air terkesan lamban mengusut kasus dugaan korupsi APBD tersebut. Namun dia mengakui, kasus di satu daerah tidak sama dengan di daerah lain. Setiap daerah memiliki tingkat kesulitan kasus sendiri-sendiri. Sehingga penanganan dan pengusutan yang dilakukan aparat kejaksaan dan juga kepolisian di setiap daerah juga tidak sama.

Pandeglang

Sementara itu, dari Serang, Banten, dilaporkan, kasus dugaan korupsi dana APBD Kabupaten Pandeglang dari tahun 2001 sampai APBD 2003 akan ditangani langsung KPK. Dialihkannya kasus ini ke KPK karena pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang dan Polres Pandeglang terkesan menutup mata terhadap berbagai persoalan korupsi di Pandeglang, padahal, kasus dugaan korupsi itu diduga dilakukan oleh para pejabat teras di Pemkab Pandeglang.

Direktur Eksekutif LSM Lembaga Advokasi Masalah Publik (LAMP) Suhada S Sos, ketika dihubungi Pembaruan, Selasa (3/8) menjelaskan pihaknya sudah melaporkan dan memberikan semua data dugaan kasus korupsi dana APBD Pandeglang ke KPK beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan ada empat kasus yang diduga dilakukan oleh pejabat penting di Pandeglang, yakni proyek pengembangan tambak udang di Cikeruh Wetan Kecamatan Cikeusik senilai Rp 300 juta, imbal swadaya masyarakat (ISM) sebesar Rp 13 miliar, proyek swakelola unit daerah kerja pembangunan (UDKP) untuk setiap kecamatan sebesar Rp 1 miliar dan pengadaan kendaraan roda empat untuk operasional dari APBD 2002 sebesar Rp 598 juta.

Suhada menjelaskan, berkaitan dengan proyek tambak udang, senilai Rp 300 juta, sebenarnya kalau dihitung termasuk pembelian lahan hanya menelan dana sebesar Rp 130 juta. Namun dalam pelaksanaannya, proyek yang sebenarnya untuk kecamatan Cikeusik itu dipindahkan ke Kecamatan Panimbang Jaya dengan menggunakan lahan milik istri Bupati Pandeglang Hj Ima Nurulita senilai Rp 265 juta.

Diduga kuat, dalam pengerjaan proyek itu terindikasi adanya mark up harga lahan dari anggaran Rp 130 juta menjadi Rp 265 juta. Kami melihat ada indikasi korupsi dalam proyek itu, tegasnya.

Sementara mengenai proyek ISM, ada indikasi terjadinya pemotongan dana mencapai 30 persen sebab pembangunan Gedung eks Kewedanan Caringin hanya bernilai Rp 170 juta. Diduga, kuat beberapa pejabat di Pandeglang melakukan pemotongan dana itu.

Selain itu, Suhada menjelaskan proyek pengadaan kendaraan operasional di lingkungan Pemkab Pan-deglang sebesar Rp 598 juta itu tidak mendapat persetujuan dari DPRD Pandeglang.

Ia menjelaskan berdasarkan surat dari Biro Perlengkapan Banten kepada Bupati Pandeglang No 192/111-PER Kap tertanggal 22 Maret 2002, Bupati Pendeglang mengajukan persetujuan parsial kepada DPRD Pandeglang untuk pembelian lima unit kendaraan dinas senilai Rp 507 juta.

Namun surat perintah pembayaran uang Bupati Pandeglang kepada Biro Keuangan dikeluarkan 8 Februari 2002 dengan mengambil dana dari pos tak terduga.

Hal itu membuktikan bahwa Bupati Pandeglang H Dimyati Natakusumah telah mengeluarkan surat perintah membayar uang sebelum mendapat persetujuan dari DPRD Pandeglang. Bagaimanapun dalam kasus ini telah terjadi pelanggaran, katanya.

Suhada juga membeberkan bahwa pengeluaan anggaran untuk pembelian kendaraan dinas sebelum persetujuan DPRD juga terjadi sebelumnya ketika Pemkab Pandeglang membeli 25 unit kendaraan dinas senilai Rp 2,784 miliar. (142/149)

Sumber: Suara Pembaruan, 4 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan