Korupsi dan Bencana

Sumber: BBC.com
Sumber: BBC.com

Bencana berturut-turut melanda Indonesia. Lebih dari lima bencana alam besar terjadi sepanjang 2018. Mulai dari gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, tanah longsor, banjir, hingga fenomena likuifaksi. Tapi sayang, walau di tengah bencana korupsi tetap terjadi.

Posisi Indonesia yang dikelilingi oleh cincin api atau biasa disebut ring of fire memang membuat Indonesia rawan bencana alam. Hampir setiap tahun bencana datang silih berganti. Pada tahun 2018, setidaknya terjadi tiga bencana besar. Mulai dari gempa di Lombok, gempa, tsunami, dan likuifasi di Palu-Donggala, serta tsunami di Banten-Lampung.

Sayangnya, di tengah bencana, ternyata masih banyak yang tega menyelewengkan bantuan dan memeras korban.Dari tiga bencana alam, bahkan ada empat kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum. Dalam gempa Lombok, kejaksaan menangkap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terkait dana rehabilitasi sekolah pasca gempa Lombok.

Kasus korupsi kedua adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di daerah bencana Palu-Donggala. Dalam bencana tsunami Banten, terjadi pungli dalam biaya pemulangan jenazah korban di Rumah Sakit dr Drajat Prawiranaga (RSDP) Serang. Terakhir, OTT polisi terkait pemotongan dana rekonstruksi masjid pasca gempa di Lombok.

Berdasarkan kasus yang telah terjadi, titik rawan korupsi dana bencana alam terletak di pengelolaan dan pertanggungjawaban. Karena kondisi mendesak, bantuan harus segera dieksekusi untuk tanggap darurat maupun rehabilitas pasca-bencana,Pada sisi lain, pengawasan sangat minim.

Kasus rehabilitasi sekolah di Lombok dan proyek pembangunan SPAM di Palu-Donggala adalah salah satu bukti rawannya pengawasan dan pengelolaan dana bencana. Kasus rehabilitasi sekolah di Lombok melibatkan anggota DPRD Kota Mataram, kasus proyek pembangunan SPAM di Palu-Donggala melibatkan pegawai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemotongan dana rekonstruksi masjid pasca gempa di Lombok melibatkan pegawai Kementerian Agama (Kemenag), dan kasus pungli di Banten melibatkan pegawai RSDP.

Aktor-aktor ini menyalahgunakan kewenangannya karena merasa ada kesempatan dengan minimnya pengawasan dikarenakan status kejadian luar biasa. Adapun untuk pertanggungjawaban dana bencana, pemerintah harus belajar dari kasus tsunami Aceh. Jangan sampai kesulitan Badan Pemeriksa Keuangan dalam mengaudit dana bencana tsunami di Aceh terulang kembali dalam kasus bencana Lombok, Palu-Donggala, Banten dan daerah lainnya.

Beberapa lembaga yang berwenang terhadap pengelolaan dana bencana menurut UU 24 Tahun 2007 yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008, wewenang pengelolaan dana bencana ada juga dalam lembaga terkait dengan penanggulangan bencana, seperti Kementerian PUPR, Kemenag, dan DPRD.

Berdasarkan titik rawan korupsi dana bencana, pemerintah harus memprioritaskan koordinasi, pengawasan, pengelolaan dana, serta audit. Jika terjadi penyalahgunaan kewenangan dalam penanganan dana bencana, maka harus ditindak tegas. Pasal 2 Undang-Undang No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyatakan hukuman maksimal dapat diterapkan dalam keadaan tertentu. Keadaan tertentu adalah keadaan yang mana tindak pidana dilakukan terhadap dana bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, krisis, ataupun kerusuhan. Sedangkan hukuman maksimal dapat berupa pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun, denda Rp 1 miliar, bahkan sampai pidana mati. Selain itu, perlu perbaikan tata kelola dana bencana oleh pemerintah. Mengingat bencana alam adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari Indonesia karena letak geografis, tindakan pencegahan, tanggap darurat, dan rehabilitasi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir kesempatan penyalahgunaan dana bencana. (Dewi/Ade)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan