Kasus Korupsi Di Maluku [27/07/20004]

Dua kasus dugaan tindak pidana korupsi di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendesak agar lembaga ini segera mengusutnya.

Kasus di Maluku Utara dilaporkan Maluku Utara Government Watch untuk kasus penggunaan dana pengungsi senilai Rp 54,4 miliar, sedangkan kasus di Maluku dilaporkan sejumlah pemuda Maluku Tenggara Barat (MTB) pada kasus pengadaan kapal penumpang senilai Rp 20 miliar yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten MTB.

Kedua laporan diterima Ketua Tim Penerimaan Laporan KPK Edy Karim. Edi Karim mengakui telah menerima laporan itu, namun tidak mau menjelaskan lebih rinci.

Ketua Maluku Utara Government Watch Yusuh Hasani didampingi Sekretaris Maluku Utara Government Watch Ibnu Chaldun kepada pers usai melaporkan kasus itu, Senin, mengatakan, dugaan penyalahgunaaan dana APBD 2000-2001 Maluku Utara itu merupakan hasil audit BPK Makassar dan BPK Manado, meliputi pengelolaan dana rutin dan pembangunan yang dikelola kantor di provinsi itu.

Dari hasil temuan BPK, ada indikasi penyimpangan dana Rp 54.454.557.000, yang juga pernah dilaporkan ke Kejaksaan Agung, namun sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya.

Yusuf Hasani juga mengungkapkan, penyimpangan dana yang dilaporkan juga menyangkut dana Rp 21 miliar yang bersumber dari pengungsi dan pemekaran wilayah.

Untuk itu, Yusuf Hasani mendesak KPK segera memeriksa pejabat terkait di Maluku Utara, termasuk Gubernur Thaib Armain atas penyimpangan itu sebagai wujud komitmen lembaga ini mengusut kasus-kasus korupsi di Indonesia.

KPK juga didesak untuk memberi perhatian khusus terhadap daerah Maluku Utara yang saat ini marak dengan praktik-praktik korupsi, khususnya dugaan korupsi oleh pejabat di daerah ini. Untuk memperdalam materi pemeriksaan, mantan pejabat Gubernur Maluku Muhyi Effendy dan Sinyo Sarundayang juga diperiksa serta Bupati Halmahera Barat Gahral Syah, tambah Yusuf Hasani.

Sementara itu, puluhan mahasiswa dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) Semarang, Senin, kembali melakukan unjuk rasa ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang dianggap gagal menuntaskan dugaan kasus korupsi di DPRD Jateng.

Para pengunjuk rasa yang antara lain berasal dari KAMMI, Serikat Buruh, HMI, Fraksi, dan elemen lainnya, mendirikan panggung orasi di Jalan Pahlawan, tepat di depan kantor Kejati Jateng yang saat ini sedang direnovasi.

Para pengunjuk rasa membawa keranda dan sejumlah poster berisi kecaman, tuntutan dan protes lainnya, seperti tuntutan Kepala Kejati Jateng harus mundur sebagai pertanggungjawaban atas kegagalan menyelesaikan kasus ini.

LSM Fraksi (Forum Rakyat Antikorupsi) menyatakan pihaknya mencabut mandat ke Kejati atas perkara tersebut dan melimpahkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengunjuk rasa menilai Kejati Jateng gagal menangani kasus korupsi DPRD Jateng yang bersumber dari APBD 2003, karena sampai sekarang status perkaranya masih dalam tahap penyelidikan, belum penyidikan.

Aksi unjuk rasa ini merupakan yang kesekian kalinya sejak Kejati mendapat laporan data dari LSM Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Januari 2004.

Dari Kendari dilaporkan, Kajati Sulawesi Tenggara (Sultra), Antasari Azhar SH MH mengatakan bahwa Gubernur Ali Mazi SH sudah mengeluarkan izin pemeriksaan anggota DPRD Kota Kendari sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana rutin DPRD setempat.

Izin persetujuan Gubernur Sultra tertanggal 24 Juli 2004 untuk pemeriksaan anggota DPRD Kota Kendari baru saja diterima. Surat tersebut diajukan oleh Kejati Sultra Tanggal 1 Juli 2004 lalu, kata Kajati Antasari didampingi Asisten Intelijen Kejati Sultra, Salahuddin Manahawu SH di Kendari, kemarin.

Selain izin pemeriksaan anggota DPRD Kota Kendari, kata Antasari, Gubernur Sultra juga telah mengeluarkan izin bagi dua anggota DPRD Kota Bau-bau untuk diperiksa jaksa sebagai tersangka. Dua orang tersangka anggota DPRD Kota Bau-bau yakni LA dan AR diduga kuat mengkorupsi dana rutin DPRD setempat tahun anggaran 2003 lalu, katanya.

Dugaan korupsi dana rutin DPRD Kota Kendari yang kini telah menyeret mantan Sekwan AH (57) mendekam ke dalam Rutan Kendari diperkirakan sebesar Rp 1 miliar.

Motif korupsi yang terjadi di DPRD Kota Kendari adalah manipulasi dana studi banding sejumlah oknum anggota DPRD di beberapa daerah pada tahun 2003 lalu. (Ant/J-3)

Sumber; Suara Karya, 27 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan