Ditetapkan, Tersangka Korupsi Asrama haji; Beberapa Lainnya Bakal Menyusul [01/06/04]

Kejaksaan Tinggi NAD menetapkan Ziauddin Ahmad --kini menjabat Kepala Biro Umum Setda NAD-- sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan Asrama Haji NAD yang bernilai total Rp 10 milyar. Kajati Andi Amir Achmad menunjuk Kepala Kejaksaan Negeri Banda Aceh, T Pribadi Suwandi, sebagai ketua tim pengusutan.

Kepada Serambi, Senin (31/5), Pribadi atas nama Kajati mengatakan, Ziauddin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu pada pekan lalu. Namun, katanya, sampai kemarin belum dilakukan penahanan terhadap Ziauddin.

Ziauddin yang sebelum bertugas di Kanwil Depag NAD, kata Pribadi, ditetapkan sebagai tersangka setelah pihak kejaksaan melakukan penyelidikan terhadap sejumlah saksi dan laporan yang disampaikan Kabid Penyelenggara Haji, Zakat dan Wakaf Kanwil Depag NAD, Azhary Murtadha.

Dikatakan, Azhari --yang juga mantan Ketua Badan Pengelola Asrama Haji (BPAH) Embarkasi Banda Aceh dalam pelaksanaan pembangunan Asrama Haji NAD itu-- melaporkan banyak terjadi penyimpangan dan penyelewengan keuangan negara. Untuk itu, pihak jaksa perlu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek Asrama Haji yang pembangunannya telah dimulai tahun 1998 sampai 2003.

Dalam laporannya itu, kata T Pribadi, Azhari menyebut dana-dana proyek yang perlu diusut itu adalah dana senilai Rp 349,140 juta dari DIP tahun 1998 untuk rehabilitasi Aula Arafah Asrama Haji. Namun laporan proyek tersebut fiktif. Kemudian, penyimpangan proyek rehab gedung lama Asrama Haji senilai Rp 1,705 miliar pada September 1999, yang dalam pelaksanaannya rehab tersebut tidak lebih hanya mengganti loteng/plafon tripleks dan gorden pada gedung-gedung tersebut.

Dikatakannya, penyelewengan dana Rp 5,33 miliar yang berasal dari APBN via DIP ABT itu menyangkut pembangunan dua unit asrama/fasilitas, masjid, dan pengadaan mobiler dalam proyek yang dikerjakan asal jadi. Selanjutnya, telah pula dikeluarkan dana bantuan Rp 85 juta dari Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Depag untuk pembelian sound system pada Januari 2000, tetapi kenyataannya alat-alat tersebut tidak dibeli.

Penyelewengan pengadaan sebuah mesin pembangkit listrik (genset) kapasitas 300.000 watt dengan dana Rp 1,277 miliar. Namun yang dibeli hanya seharga Rp 475 juta, sehingga terjadi korupsi senilai Rp 802 juta. Dana pembebesan tanah seluas 3.318 meter persegi senilai Rp 782 juta pada Februari 2000. Pada waktu itu harga tanah per meter Rp 50 ribu, namun laporan untuk biaya pembebasan tanah Rp 200 ribu/meter, sehingga terjadi korupsi Rp 500 juta.

Selanjutnya, penyelewengan dana Rp 3,9 miliar untuk pembangunan gedung ruang makan di asrama haji pada Juni 2000, tapi proyek tersebut hingga kini belum juga selesai, katanya. Kemudian, sekitar medio Maret 2003 telah terjadi penyimpangan terhadap pengadaan komputer untuk madrasah-madrasah dalam Provinsi NAD sebanyak 250 unit, dan pembelian dua unit mobil dinas.

Pribadi mengatakan, selain Kabiro Umum Setda NAD itu, masih ada tersangka lain yang bakal ditetapkan dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan Asrama Haji tersebut. Tapi penetapannya akan dilakukan setelah tim yang ditunjuk Kajati mulai melakukan pemeriksaan kasus tersebut pada pekan depan. Jumlah tersangkanya lebih dari satu orang, ujarnya tanpa mau merinci siapa-siapa yang terlibat.(her)

Sumber: Serambi Indonesia, 1 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan