Analisis Bulletin: Sulitnya Mencari Pendekar Anti-Korupsi

Pansel KPK telah membuka pendaftaran hingga 24 Juni 2015 bagi warga negara Indonesia untuk berpartisipasi dalam pencalonan sebagai kandidat pimpinan KPK. Selain telah membuka pendaftaran, Pansel KPK juga aktif bertemu dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan dukungan, masukan dan saran atas proses seleksi. Tujuannya supaya calon pemimpin KPK yang terpilih merupakan kandidat yang bisa memenuhi harapan publik, tantangan dan kebutuhan KPK kedepan serta agenda pemberantasan korupsi yang lebih efektif.

Perkembangan terakhir, sebanyak 62 orang tercatat telah mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ke Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Jumat 12 Juni 2015. Pansel mencatat para pendaftar tersebut terdiri dari 59 orang pria dan tiga orang perempuan.

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/637292-satu-minggu-dibuka--sudah-62-orang-daftar-capim-kpk

Tugas Pansel KPK pada periode ini bisa dikatakan tidak mudah. Meskipun hanya akan memilih 8 nama kandidat pimpinan KPK -karena dua nama sudah dipilih terlebih dahulu oleh Pansel KPK sebelumnya- situasi politik hukum di Indonesia yang tidak berpihak kepada agenda pemberantasan korupsi sedikit banyak memberikan pengaruh pada antusiasme masyarakat untuk mengajukan diri sebagai kandidat.

Ihwal utamanya tentu adalah terbangunnya persepsi publik bahwa ada kemungkinan ketika mereka menjabat sebagai Pimpinan KPK, mereka juga akan berhadapan dan mengalami peristiwa yang serupa dengan apa yang kini menimpa Pimpinan KPK, penyidik serta para pendukung gerakan antikorupsi. Situasi ini tentu saja tidak menguntungkan, sekaligus membuat efek ketakutan yang meluas. Dapat diduga, penolakan berbagai pihak yang sebenarnya memiliki kompetensi, kemampuan dan integritas, untuk mendaftar sebagai calon Pimpinan KPK merupakan akibat langsung dari ketidakpastian nasib mereka di kemudian hari jika terpilih sebagai Pimpinan KPK.

Langkah Pansel KPK untuk mengantisipasi turunnya animo masyarakat dalam mencalonkan diri sebagai kandidat Pimpinan KPK memang menjadi salah satu agenda yang tidak bisa ditawar. Jemput bola, mencari langsung para kandidat yang pantas untuk dicalonkan atau maju, adalah salah satu hal yang bisa dilakukan. Pergerakan itu kini mulai tampak. Pansel KPK sudah mulai menemui berbagai kelompok dan organisasi masyarakat yang memiliki kader, jaringan dan tokoh yang bisa dibujuk untuk mendaftarkan diri.

Seiring dengan langkah Pansel KPK, Bambang Widjajanto dan Abraham Samad, dua pimpinan KPK non-aktif tengah berjuang di Mahkamah Konstitusi untuk meminta kepastian kepada majelis hakim supaya pimpinan KPK tidak bisa dinon-aktifkan hanya karena dianggap terlibat atau melakukan perbuatan melawan hukum. Apalagi jika proses hukum yang dihadapi masih sangat sumir dan penuh dengan aroma kepentingan non-hukum. Pengecualian hanya untuk kasus pidana berat seperti korupsi, narkotika, pembunuhan, dan tertangkap tangan. Pada saat yang sama, UU KPK yang ada saat ini juga dianggap diskriminatif karena aturan mengenai non-aktif tidak berlaku untuk penyelenggara negara yang lain, seperti Kapolri dan Jaksa Agung.

Upaya Pansel KPK dan duet pimpinan KPK non-aktif diharapkan dapat menyeimbangkan kembali situasi penegakan hukum di Indonesia yang tidak normal. Namun, tanpa adanya campur tangan langsung dari Presiden Jokowi, Kepala Negara yang memiliki tanggungjawab untuk memulihkan keadaan hukum yang terpuruk seperti saat ini, apa yang menjadi ihtiar Pansel KPK dan Pimpinan KPK non-aktif akan sia-sia belaka.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan