Aktivis Antikorupsi Galang Dukungan Usut Kasus Korupsi DPRD Sidoarjo; Tiga Tersangka Korupsi Dana Hi

Para aktivis antikorupsi menggalang dukungan dari warga untuk mendesak aparat penegak hukum menuntaskan kasus korupsi dana peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) DPRD Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), sebesar Rp 20,9 miliar dari Dana APBD antara tahun 1999-2002. Selain menggalang dukungan masyarakat, aktivis antikorupsi tersebut juga merapatkan barisan dengan membentuk Forum Ekstra Parlemen yang merupakan gabungan dari sejumlah LSM di daerah ini, Minggu (1/8).

Para aktivis yang tergabung dalam Barisan Rakyat Anti Korupsi (BARAK) menggelar kain putih sepanjang 140 meter di Alun-Alun Sidoarjo, Minggu (1/8). Kain putih itu penuh dengan tandatangan warga yang mendukung gerakan antikorupsi. Para aktivis itu berasal dari Pemuda Sakera, Warga Anti Korupsi, Granat, Lembaga Penegak Demokrasi Pemantau Reformasi.

Kain putih yang penuh tandatangan ini akan digelar di Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam sidang lanjutan pemeriksaa terdakwa kasus korups sebesar Rp 20,6 miliar, Ketua DPRD Sidoarjo, Utsman Ikhsan pada hari Senin (2/8) . Kasus dugaan korupsi ini diduga merupakan korupsi yang besar di DPRD kabupaten dan kota di era reformasi. Seluruh anggota dewan mendapatkan kucuran dana yang besarnya bervariasi antara Rp 250 juta sampai Rp 550 juta.

Sementara itu, Ketua Forum Ekstra Parlemen Sidoarjo, dr Rudi Sapulete mengingatkan, lembaga swadaya masyarakat harus mulai berperan melakukan kontrol kepada DPRD, karena selama ini DPRD memiliki peran yang sangat kuat dalam mengontrol eksekutif tetapi tidak ada lembaga yang mengkontrolnya, terutama dalam penggunaan dana keuangan sekalipun DPRD memiliki hak untuk menentukan anggaran belanjanya sendiri.

Ditahan

Sedangkan dari Madiun dilaporkan, Pur (51 tahun), Asisten II Pemkab Ponorogo yang juga Ketua Komite Kabupaten, bersama Pas (48), Kepala Seksi Humas Infokom sekaligus Sekretaris Komite Kabupaten, serta Jam (50), Kepala Seksi Penyusunan Program (Kasi Sungram) Diknas Pemkab merangkap anggota Komite Kabupaten, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke sel tahanan Polwil Madiun, Jumat (30/7) pekan lalu.

Penahanan itu dilakukan penyidik menyusul Has (56), Ketua Gapensi Ponorogo, yang pertama kali ditetapkan penyidik Satreskrim Polwil Madiun sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah untuk pendidikan di Ponorogo tahun 2001 dari pemerintah Belanda sebesar Rp 6,4 miliar.

Kapolwil Madiun, Kombes Pol Drs Eddy Kusuma W SH MM yang dalam waktu dekat akan menempati jabatan baru sebagai Kapolwiltabes Surabaya ketika dikonfirmasi wartawan, dengan didampingi Kabag Reskrim Kompol Warseno, Sabtu (31/7) lalu mengatakan, sudah ada delapan orang tersangka kasus korupsi dana hibah tersebut yang semuanya terpaksa ditahan, empat orang di antaranya ditangani secara terpisah oleh Satreskrim Polres Ponorogo.

Dana hibah dari pemerintah Belanda tahun 2001 itu semula ditujukan untuk renovasi 86 buah SD/MI dan SMP/MTs se Kabupaten Ponorogo nilainya Rp 6,4 miliar. Kasus dugaan korupsi terjadi karena pihak Komite Kabupaten meloloskan banyak proposal proyek yang dibuat pihak konsultan dan bukan oleh pihak sekolah. Karena proposal itu dibuat tanpa survei di lapangan, hasilnya adalah relatif seragam hingga tidak sesuai dengan yang diperlukan masing-masing sekolah.

Selewengkan

Dari dana hibah itu, kemudian ditengarai pula terjadi penyunatan hingga sekitar Rp 933,55 juta diselewengkan dengan alasan untuk biaya transportasi dan administrasi. Pos anggaran tersebut dinilai sebagai mengada-ada dan membuat para kepala sekolah melayangkan protes melalui media massa. Disinyalir masih ada dua pejabat teras Pemkab yakni Mr dan Ts, masing-masing sebagai Pengarah-I dan II Komite Kabupaten yang kini masih diincar untuk dijadikan sebagai tersangka.

Sementara itu, Indra Priangkasa SH, kuasa hukum tersangka Pur, Pas dan Jam yang dikonfirmasi terpisah menjelaskan, kliennya dalam kasus itu bukanlah pengambil kebijakan makro. Mereka semua hanya menjadi korban kebijakan dari oknum pejabat teras yang bertindak sebagai otak kebijakan, kata Indra sambil menolak menyebutkan identitas oknum pejabat teras yang dimaksudkan.

Masih menurut Indra, penunjukkan rekanan penggarap renovasi 86 sekolah se-Kabupaten Ponorogo tersebut semula bukanlah kewenangan Komite Kabupaten, namun ada seseorang oknum yang di atasnya yang mengambil (kebijakan makro) keputusan. Oleh karenanya ia berharap kliennya tidak perlu sampai ditahan, namun pengambil kebijakan makronya yang mesti diperiksa sebagai tersangka utama. (029/070)

Sumber: Suara Pembaruan, 2 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan