Anticorruption Youth Class (AYoC) Aceh: Muda Lawan Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyelenggarakan rangkaian kegiatan Anticorruption Youth Class (AYoC) Aceh pada tanggal 6–10 Oktober 2025 di Banda Aceh dengan melibatkan 14 aktivis muda dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan jurnalis di Aceh.Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya memperluas pendidikan antikorupsi di kalangan anak muda, sekaligus memperkuat basis gerakan antikorupsi di daerah.
Tema yang diangkat tahun ini berfokus pada pengadaan barang dan jasa (PBJ), sektor yang selama ini menjadi salah satu ruang paling rawan korupsi, terutama di Aceh. Berdasarkan hasil pemantauan dan riset MaTA, praktik penyimpangan dalam PBJ kerap muncul dalam bentuk mark-up anggaran, pengaturan pemenang tender, hingga konflik kepentingan antara pejabat publik dan kontraktor lokal. Konteks ini menjadi relevan karena sebagian besar proyek pembangunan daerah bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA), dengan nilai yang sangat besar, namun minim transparansi dan partisipasi publik.
Selama lima hari pelaksanaan, para peserta yang terdiri dari aktivis muda dari berbagai lembaga dan komunitas di Aceh, mulai dari organisasi mahasiswa, kelompok masyarakat sipil, hingga media komunitas, mengikuti sejumlah sesi pembelajaran dan diskusi interaktif. Materi-materi yang dibahas mencakup dasar-dasar antikorupsi, konteks sejarah korupsi di Indonesia, mekanisme pengadaan barang dan jasa, Keterbukaan Informasi Publik (KIP) hingga strategi media kampanye.
Selain sesi kelas, kegiatan juga diisi dengan praktik analisis kasus PBJ di wilayah Aceh menggunakan data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), OpenTender, Website Administrasi Hukum Umum (AHU) serta tools lainnya untuk melatih peserta membaca pola dan modus korupsi dalam proyek publik. Pendekatan ini diharapkan dapat membangun keterampilan analisis kritis, terutama dalam mengawasi belanja publik di tingkat daerah.
Dari diskusi dan refleksi peserta, muncul satu benang merah, bahwa anak muda Aceh memiliki semangat besar untuk turut mengawasi jalannya pembangunan di daerahnya sendiri. Banyak dari mereka menilai bahwa ruang partisipasi publik selama ini terlalu formalistik dan seringkali tidak membuka ruang bagi generasi muda untuk terlibat secara bermakna. Melalui AYoC, mereka menemukan medium untuk belajar, bertukar gagasan, dan membangun solidaritas lintas organisasi.
Salah satu peserta, menyampaikan bahwa “banyak proyek di Aceh yang seolah dikerjakan hanya untuk menggugurkan kewajiban anggaran, bukan untuk kebutuhan masyarakat. Kelas ini membuka mata kami untuk melihat bahwa korupsi tidak selalu tentang uang yang dicuri, tapi juga tentang hak warga yang diabaikan.”
Bagi ICW, kegiatan ini bukan sekadar pelatihan, melainkan bagian dari strategi membangun gerakan antikorupsi yang masif dan berkelanjutan di Aceh. Harapannya, para alumni AYoC dapat menjadi motor penggerak yang menghidupkan kembali diskursus publik tentang integritas dan akuntabilitas, terutama dalam konteks pengadaan barang dan jasa yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Dengan berakhirnya kegiatan pada 10 Oktober 2025, ICW dan MaTA sepakat untuk melanjutkan kolaborasi dalam bentuk pemantauan bersama terhadap proyek PBJ di Aceh, serta membuka ruang pendampingan bagi peserta yang ingin menginisiasi kampanye atau riset lanjutan di daerah masing-masing.
Kegiatan ini ditutup dengan pernyataan komitmen dari peserta untuk melanjutkan upaya pembelajaran dan advokasi antikorupsi di wilayahnya masing-masing, dibawah semangat “Muda Lawan Korupsi.”
Penulis: Eva Nurcahyani
Editor: Nisa Zonzoa

