Tertangkap Tangan sedang Terima Suap

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Syarifudin dan Puguh Wiryawan karena terlibat suap. Syarifudin adalah hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sedangkan Puguh bekerja sebagai kurator.
Syarifudin ditangkap Rabu (1/6) sekitar pukul 22.00 di rumahnya di daerah Sunter, sementara Puguh di dekat sebuah hotel kawasan Pancoran sekitar pukul 23.30.

Syarifudin ditangkap karena menerima suap terkait putusan pailit PT Skycamping Indonesia. Diduga, suap diberikan terkait izin kepada perusahaan itu untuk membagi asetnya agar dapat dijual. Aset perusahaan tersebut berupa dua bidang tanah di Bekasi, Jawa Barat, dan diperkirakan total bernilai Rp 35 miliar. Syarifudin diduga menerima uang senilai Rp 250 juta.
”Semalam KPK menangkap Syarifudin, hakim pengawas kepailitan PN Jakpus sebagai penerima (suap),” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas, Kamis (2/6).

Dia memaparkan, pemberi dalam kasus dugaan suap ini adalah kurator PT Skycamping Indonesia, Puguh Wiryawan. Busyro juga membenarkan Syarifudin ditangkap di kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, sekitar pukul 22.00, Rabu (1/6). Di rumah hakim tersebut, petugas KPK menemukan uang senilai Rp 250 juta.

Kepala Biro Humas KPK Johan Budi memaparkan, kurator Puguh tiba di rumah Syarifudin sekitar pukul 20.00. Penyerahan uang diduga dilakukan dua jam setelah itu. Uang diserahkan dalam tiga buah amplop cokelat yang dimasukkan ke dalam tas kertas merah.
KPK juga mengamankan sejumlah mata uang asing dengan nilai lebih dari Rp 2 miliar saat menangkap Syarifudin.
Menurut Johan Budi, penyidik juga mengamankan sejumlah mata uang asing yang terdiri atas 84.228 dolar Amerika Serikat (AS), 284.900 dolar Singapura, 20.000 yen, 12.600 bath Thailand.

Selain itu, lanjutnya, KPK juga mengamankan Mitsubishi Pajero dan uang Rp 141 juta. Semua itu hanya diamankan sebagai bukti. Jika terbukti tidak berkaitan dengan penyuapan, akan dikembalikan oleh KPK.
”Ketika penangkapan, posisi PW sudah keluar dari rumah S. Kami lakukan pengejaran dan penangkapan di daerah Pancoran sekitar pukul 23.00,” kata Johan.

Penyidikan
Setelah melakukan pemeriksaan intensif kepada Syarifudin dan Puguh Wiryawan, KPK langsung menetapkan keduanya sebagai tersangka.  ”Sprindik (surat perintah dimulainya penyidikan) sudah keluar,” tambahnya.
Syarifudin terancam pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara Puguh, kurator perusahaan garmen itu, terancam pidana penjara paling lama 15 tahun.

PT Skycamping Indonesia tengah berperkara di Pengadilan Niaga Jakpus. Sekitar 1.500 mantan buruh perusahaan garmen itu menuntut pesangon yang belum diberikan.
Setelah dinyatakan pailit, perusahaan yang berlokasi di Cicadas, Bogor, ini memberikan uang pesangon kepada salah satu perwakilan buruh bernama Maryadi.
Namun ternyata dana pesangon tidak disalurkan kepada buruh yang lain. Maryadi serta tim kurator akhirnya digugat oleh serikat pekerja PT Skycamping Indonesia.

Terpisah, Komisi Yudisial (KY) meminta Mahkamah Agung (MA) mengambil tindakan tegas kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang ditangkap oleh KPK, Rabu malam.
Komisioner KY Suparman Marzuki menyatakan, setidaknya MA harus memberikan sanksi pemecatan terhadap hakim Syarifudin yang diduga menerima sejumlah uang dalam menangani perkara kepailitan tersebut.
”Hakim seperti itu seharusnya dipecat,” kata Suparman di Jakarta, Kamis (2/6).

Menurut dia, selain proses hukum di KPK yang tujuan akhirnya untuk memberikan hukuman badan, MA harus memberikan hukuman administrasi.  Tepat pukul 18.40 Kamis (2/6), Syarifudin dan Puguh dibawa oleh KPK ke Rutan Cipinang dan Rutan Polda Metro Jaya.
Keduanya keluar dari gedung KPK dengan pengawalan ketat. Tujuh satpam mengelilingi keduanya.
Syarifudin yang mengenakan jaket hitam dan kaus abu-abu tidak menggubris pertanyaan wartawan. Ia menutup wajahnya dengan plastik putih dan masuk ke mobil yang berada di urutan kedua.
Sementara Puguh yang mengenakan kaus hitam langsung digiring ke mobil Toyota Kijang yang berada di urutan awal. (J13,D3-43)

Sumber: Suara Merdeka, 3 Juni 2011
Tambahan dari redaksi antikorupsi.org:

INFORIAL SOAL HAKIM SYARIFUDDIN UMAR

  1. Pernah diangkat Mahkamah Agung sebagai hakim karir pengadilan tindak pidana korupsi (Pengadilan Tipikor) berdasarkan SK No 041/KMA/K/III/2009 tertanggal 18 Maret 2009. Namun karena mendapatkan kritik dari sejumlah kalangan (media, akademisi, praktisi hukum, dan LSM) akhirnya SK pengangkatan Syarifuddin Umar tersebut dibatalkan.
  2. Membebaskan sedikitnya 39 terdakwa kasus korupsi  selama berdinas di pengadilan negeri Makassar dan Jakarta Pusat. Terdakwa Kasus korupsi terakhir yang dibebaskan adalah Agusrin Najamuddin (Gubernur Bengkulu non aktif). – daftar lengkap terlampir
  3. Pernah dilaporkan ke Komisi Yudisial dalam terkait vonis bebas kasus korupsi dan dugaan suap dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan mantan anggota DPRD Luwu Sulawesi Selatan. (perkembangan selanjutnya tidak jelas)
  4. Mendapatkan pemantuan dari Komisi Yudisial ketika memimpin persidangan kasus korupsi yang melibatkan Agusrin Najamuddin (Gubernur Bengkulu non aktif). Diduga ada indikasi suap dalam penanganan kasus tersebut. Agusrin akhirnya divonis bebas oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Syarifuddin Umar.
  5. Sebelumnya berdinas sebagi hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar dan Ketua PN Jeneponto Sulawesi Selatan. Jabatan saat ini sebagai Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun profil Syafruddin Umar tidak tercantum dalam website resmi ataupun profil hakim PN Jakarta Pusat.

 
Catatan terkait

  1. Melengkapi potret suram pengadilan. Sebelumnya sudah ada sedikitnya empat hakim yang ditangkap dan diproses oleh penegak hukum, antara lain Ibrahim (Hakim PTUN Jakarta atas dugaan suap oleh DL Sitorus), Muhatdi Asnun (Hakim PN Tanggerang atas dugaan suap oleh Gayus Tambunan), Herman Alositandi (Hakim PN Jakarta Selatan atas dugaan pemerasan saksi kasus korupsi Jamsostek)
  2. Menunjukkan lemahnya pengawasan di internal Pengadilan khususnya Mahkamah Agung (MA). Sanksi atau hukuman MA terhadap hakim nakal atau menerima suap hanya sanksi administratif (umumnya mutasi atau non job atau penundaan kenaikan pangkat dalam periode tertentu). Hal ini tidak memberikan efek jera maupun shock terapy bagi hakim.
  3. Fungsi pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial (KY) belum optimal seperti yang diharapkan. KY belum menjadi lembaga yang menakutkan hakim. Kewenangan berdasarkan Undang-Undang Komisi Yudisial masih terbatas, bersifat rekomendasi dan tidak menjerakan. Terakhir, Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari gabungan KY dan MA hanya menjatuhkan hukuman berupa dua tahun tidak boleh memegang perkara terhadap hakim yang terbukti menerima suap.  Seharusnya kasus ini bisa diproses ke pidana.
  4. Kenaikan renumerasi yang diterima oleh hakim, harus diikuti oleh penguatan fungsi pengawasan dari internal dan eksternal serta pemberian reward and punishment. Sepanjang hal ini tidak berjalan akan membuka peluang hakim untuk melakukan tindakan tercela seperti suap dan pemerasan.
  5. KPK sebaiknya menangani sendiri kasus suap yang melibatkan hakim Syarifuddin Umar (tidak melimpahkan kepada kejaksaan/kepolisian) agar proses menjadi cepat dan menutup peluang korupsi/kolusi dalam penanganan kasus tersebut.
  6. KPK sebaiknya:

 

  1. Mengembangkan dugaan suap yang melibatkan hakim Syarifuddin Umar, tidak saja dalam kasus kepailitan namun juga dalam kasus yang lain khususnya semua kasus korupsi yang pernah diperiksa dan diputus oleh hakim Syarifuddin. (terakhir kasus korupsi dengan terdakwa Agusrin)
  2. Menuntut pelaku sesuai dengan hukuman maksimal. Pelaku dapat dijerta pasal huruf 12 huruf a dan atau huruf b dan atau huruf c dan atau pasal 6 ayat 2 dan atau pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Syarifuddin bisa diancam hukuman pidana paling berat selama 20 tahun penjara.

Hal ini untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan shock therapy/pelajaran bagi hakim yang lain.
Daftar kasus korupsi bebas oleh Hakim Syaf...unduh disini...

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan