In-Depth Analysis: Kasus Sumber Waras: Audit BPK Vs Penyelidikan KPK

Gaduh terkait pengadaan tanah Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta mulai terurai. Perdebatan ada atau tidaknya dugaan kasus korupsi sepertinya akan segera berakhir. Di sela rapat kerja bersama dengan Komisi III DPR RI (14/6), KPK membeberkan hasil penyelidikannya. Kesimpulannya menyebutkan bahwa, tidak ada perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut.

Pimpinan KPK menjelaskan bahwa pada ekspose yang terakhir oleh tim penyelidik (13/6) sebenarnya sudah mengajukan agar penyelidikan segera dihentikan. Hanya saja, pihak pimpinan belum mengambil keputusan, karena masih ada beberapa informasi yang harus didalami. Dalam keterangan resmi tersebut, KPK menyampaikan 2 hal penting terkait dengan kasus rumah sakit sumber waras.

Pertama, KPK tak ada unsur melawan hukum oleh pemerintahan DKI Jakarta. Untuk memperdalam penilaiannya, pihak KPK sudah mengundang para ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut, di antaranya ahli dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).

Dan kedua, hasil penyelidikan sementara KPK belum melihat adanya niat jahat. Dalam kasus dugaan korupsi, poin ini sangat penting. Jika hanya kesalahan prosedur, sulit rasanya untuk menjerat seseorang menjadi tersangka korupsi.

Hasil ini tentu saja bertolak belakang dengan temuan BPK, yang mengindikasikan adanya kerugian negara dalam pengadaan tersebut. Berdasarkan sejumlah pemberitaan, BPK sudah dua kali melakukan audit. Pertama, audit laporan atas laporan keuangan daerah DKI yang dilakukan pada 2013. Dan kedua, audit investigatif berdasarkan permintaan KPK yang sudah diserahan pada desember 2015 lalu.

BPK menjelaskan sejumlah temuan dalam auditnya. Dari mulai penunjukan lokasi tanah oleh Gubernur DKI tidak sesuai ketentuan. Penetapan lokasi tanah tidak melalui proses studi kelayakan dan kajian teknis yang wajar dan terindikasi bersifat formalitas. Sampai temuan kerugian negara 191 miliar rupiah yang harus dipulihkan.

Kerugian negara sebenarnya sesuatu yang biasa ditemukan pada setiap adit BPK. Hanya saja, asumsi keliru sudah menjadi mengakar dalam pikiran masyarakat. Bahwa Kerugian Negara sering kali diartikan sama dengan korupsi. Padahal hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda. Kerugia Negara merupakan salah satu saja unsur yang tedapat dalam pasal 2 UU Tipikor (Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi). Menurut pasal tersebut, korupsi bisa disimpulkan jika terjadi potensi kerugian Negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Penyelengara Negara, yang kemudian ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan dari perbuatan tersebut. Pihak-pihak bisa saja diri sendiri, orang lain maupun korporasi. Penting juga untuk diingat bahwa perbuatan penyelenggara negara tersebut harus dilakukan secara sengaja (mengetahui dan menghendaki).

Pertanyaan selanjutnya, apakah dengan dasar pemeriksaan ini BPK berkompeten menilai adanya korupsi atau tidak? Tentu saja tidak, hanya KPK dan penegak hukum lain (Kepolisian dan Kejaksaan). Bukti yang belum lengkap dan unsur delik yang belum terpenuhi, menjadi alasan yang cukup agar proses penyelidikan kasus dugaan korupsi sumber waras segera dihentikan. Publik hendaknya tidak perlu khawatir, jika ditemukan bukti baru di kemudian hari, kasus ini masih bisa dibuka kembali.***

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan