Kalah di Praperadilan, Ary Muladi Pertimbangkan Kasasi

Kuasa hukum tersangka Ary Muladi, Sugeng Teguh Santosa, mempertimbangkan untuk mengajukan kasasi. Itu dilakukan setelah kliennya kalah dalam praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Bisa kasasi, kami pertimbangkan dalam sepekan," ujar Sugeng setelah menerima putusan kemarin.

Ary mengajukan praperadilan karena menilai penetapan status tersangka terhadapnya oleh KPK merupakan langkah keliru. Selain itu, alasan penahanan Ary oleh komisi antikorupsi, yakni adanya bukti permulaan yang telah cukup, dinilai mustahil.

Namun hakim tunggal Jihad Arkanudin berpendapat lain. Ary dinilai tak mampu membuktikan dalil permohonannya dalam mengajukan praperadilan. "Peradilan menolak permohonan pemohon (Ary) untuk seluruhnya," kata Jihad saat membacakan putusan kemarin.

Menurut hakim, penetapan tersangka dan penahanan atas Ary Muladi dinilai sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Ary ditetapkan sebagai tersangka oleh komisi antikorupsi sejak pertengahan Juli lalu dalam kasus Anggodo Widjojo. Ary dituduh bersama-sama Anggodo merintangi atau menghalang-halangi tugas KPK dalam memberantas korupsi.

Pada sidang kasus Anggodo di Pengadilan Tipikor, terungkap bahwa dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, dijadikan tersangka oleh polisi berdasarkan pengakuan Ary Muladi yang tertuang dalam "dokumen kronologi 15 Juli 2009". Dokumen itu dibuat oleh Anggodo bersama Ary Muladi dan Putranevo Alexander Prayugo.

Dalam dokumen itu, Ary mengaku telah menyerahkan duit dari Anggodo Widjojo kepada sejumlah pejabat KPK, termasuk Bibit dan Chandra. Duit Rp 5,1 miliar itu digelontorkan Anggodo agar KPK berhenti mengusut kasus abangnya, Anggoro Widjojo, bos PT Masaro yang terbelit perkara Sistem Komunikasi Radio Terpadu Departemen Kehutanan.

Kemarin Sugeng menegaskan bahwa kliennya itu tak pernah membuat kronologi tersebut. "Ini yang mau kami sampaikan nanti di Pengadilan Tipikor,” kata dia. “Ary belum tentu bersalah." DIANING SARI | DWI WIYANA
 
Sumber: Koran Tempo, 30 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan